Friday, June 2, 2017

Kelebihan dan Kekurangan Ikut Tour ke Bromo


Mungkin saya pernah cerita ya, tentang pengalaman saya pertama kali mengunjungi Bromo. Nah sekarang saya akan ceritakan pengalaman saya mengunjungi Bromo untuk kali kedua. Dalam cerita ini sedikit berbeda, karena kalau dulu saya backpacker kesana, sekarang saya meggunakan jasa tour dengan menggunakan jeep. Saya ikut midnight tour berangkat dari Malang pada tanggal 24-25 Oktober 2015.  
Jadi cerita awalnya itu, partner jalan-jalan saya belum pernah ngrasain ke Bromo. Karena Bromo lumayan jauh juga, dan saya juga pernah bercerita kalau bepergian kesana secara backpacker tidak berjalan begitu mulus, makanya kami tergoda untuk menggunakan jasa tour saja supaya tidak ribet. 
Saya akan bercerita dari awal. Awal mula saya sudah mengalami sedikit konflik, karena awal booking jasa tour harus berurusan dengan admin tour tersebut yang sedikit kamvr*t gak nyenengin gitu. Setelah perbincangan yang ambigu dan penuh kepura-puraan, akhirnya kami dapat seat juga. Lega. Rencananya kami akan dijemput jam 12an malam Hari Sabtu, untuk kemudian 'dikembalikan' lagi ke tempat penjemputan awal keesokan harinya. Makanya tour ini dinamakan 'Bromo Midnight Tour' karena cuma semalam aja.
Kami sudah siap di area penjemputan dan sms konfirmasi ke drivernya. Sms pun dibalas, "Oke mbak, tunggu sebentar ya, masih jemput yang lain. Nanti mobilnya jeep ya". I feel like what??! Kenapa baru dikonfirm sekarang kalau mobilnya tuh jeep masnyaaaa... Hadehh.. Saya kira, kita bakal ganti jeep nanti waktu udah di sekitar Bromo, pas berangkat ya pakai mobil-mobil travel, L300, Avanza, whatever lah.. Tapi ini langsung pakai jeep dari Malang. Luar biasa! Kita pun langsung spekulasi, gak mungkin kan jeep muat banyak? Jadi asas praduga kita sih kalau nggak tamu nya cuma kita berdua, ya maksimal 4 orang lah, 5 udah sama drivernya.
Akhirnya setelah menunggu selama setengah jam, jeep yang dimaksud muncul juga (serem gak sih, kalau di sinetron-sinetron, mobil jeep itu identik sama mobilnya penculik. Wahaha!). Jeep ini berwarna 'hijau Hulk'. Mas driver ini merangkap sebagai tour guide, bernama Mas Andik (bukan nama samaran). Mas Andik keluar dari mobil dan menyalami saya, "Halo mbak, maaf ya lama. Kita berangkat berENAM ya mbak". *glek* jawaban saya cuma, "Oh.. Oke". Dalam hati langsung panik, jeep? 6 orang, dan jadi 7 kalau sama driver, mana muaatt..?! Dan tidak dinyana, ternyata kursi bagian belakang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi hadap-hadapan mirip angkot. Waduh! Perasaan saya langsung gak enak. Wah.. Bakal gak nyaman nih, kaki gak bisa selonjoran. Yep! Kita duduk belakang, karena kita (un)lucky passenger yang dijemput paling akhir jadi gak bisa milih tempat duduk favorit, yaitu di depan, di sebelah driver.
Untungnya, orang yang duduk berhadapan sama saya, asik-asik aja orangnya. Selain itu, jeep ini benar-benar tidak didesain fleksibel untuk tidur. Tidak sama sekali. Ya karena sandaran buat punggung cuma sebatas / setinggi punggung dikurangi seperempat. Dan tidak ada sandaran kepalanya sama sekali. Nanggung banget! Duh.. Sedih banget.. Kita sudah mencoba berbagai cara, mulai dari memeluk tas biar bisa jadi bantal (*bukan jones), senderan ke bahu pasangan (cieeee..), ngeluarin jaket cadangan dijadikan bantal biar kepala gak kejedot-jedot jendela, sampek akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk tidur duduk tegak tanpa sandaran sedikitpun dengan cara menyeimbangkan ying-yang yg ada didalam tubuh. Hasil akhir tetep gagal total semua cara. Yah.. yang penting udah usaha.
Dan akhirnya, kami.. menyerah! Gak bisa tidur sama sekali, terpaksa melek. Lagian ini adalah perjalanan off road yang gila-gilaan, mustahil bisa tidur dalam medan seperti itu (yaa mungkin bisa kalau naik Alphard. Haha). Satu-satunya saya bisa tidur agak nyenyak adalah sewaktu Mas Andik pergi membelikan karcis masuk buat kita-kita di loket masuk kawasan wisata Bromo (update harga tiket masuk Bromo untuk wisatawan lokal per orang 35k Oktober 2015). Kenapa kita bisa tidur? Karena jeep berhenti dan mesin dimatikan (sumpah, bener-bener sujud syukur). Sayang surga ini tak bertahan lama. Setelah beberapa menit yang rasanya cuma sedetik, Mas Andik menyalakan lagi mesin jeep dan disertai dengan 'raungan mesinnya' *grrr* kami berangkat lagi. Katanya sekitar kurang lebih 7km lagi kami akan sampai ke Penanjakan.
Di Penanjakan jalan sudah penuh semua untuk parkir jeep-jeep, jadi kita harus berjalan kaki lumayan jauh untuk bisa ke atas. Keriuhan after midnight masih ditambah dengan ramainya ojeg penduduk Suku Tengger yang bolak-balik nganterin pengunjung ke Penanjakan. Di Penanjakan ini rencananya kita akan melihat sunrise. Oke, turun dari jeep dan brrrr! Sumpah, duingiiinn bangett!! Menggigil luar biasa luar dalam. Kita memutuskan untuk nggak bersikap sok asik dengan langsung ke Penanjakan. Kita mampir dulu ke sebuah warung. Lumayan lama diwarung, sampai kita juga menghabiskan indomie soto plus telur 1 mangkok sendiri. Haha..
Jam setengah 5, si ibu pemilik warung menginformasikan kami bahwa langit mulai terang tanda sebentar lagi matahari akan muncul. Kita pun bergegas naik ke Penanjakan. Sampai disana, seperti yang sudah dapat diprediksi, disana cuma ada lautan manusia. Khayal banget bisa dapat best spot buat foto-foto. Akhirnya kita berdua mlipir ke salah satu spot dibawah (yang saya ketahui berdasarkan pengalaman ke Bromo kali lalu). Dan Alhamdulillah masih ada 1 slot tempat kosong kita bisa ngedusel dan nyempil buat ambil foto gunungnya. Kemudian kita pindah spot lagi ke atas. Yang bikin sedih adalah banyak wisatawan (lokal) yang bertindak barbar dan anarkis, hanya untuk mendapatkan foto yang terbaik (menurut mereka). Tidak jarang ada yang naik memanjat monumen peresmian atau apapun lah itu namanya.


Suasana pagi di Penanjakan

Intinya, Puncak Penanjakan ini peeenuuhh banget sama orang. Dimana-mana ada orang. Sampai pusing lihat orang ada dimana-mana. Udah kaya Kapal Titanic yang mau tenggelam (orangnya keluar ke atas semua). Dan semua orang ini melakukan hal yang sama serupa, apalagi kalau bukan foto-foto. haha.. Semua orang sibuk berfoto dan berselfie, dan begitu pula saya. hahaha!
Jam setengah 6 kita ditelpon Mas Andik buat balik ke jeep, mau lanjut ke kawasan Pasir Berbisik dan kawah. Tapi gak disangka jalan kesana ternyata macet parah! Padahal baru jam 6 pagi dan ini diatas gunung pula! Ternyata gak cuma Jakarta ya yang bisa macet. Hhaa.. Ini macetnya karena banyak jeep pada rebutan keluar dari tempat parkirnya untuk menuju ke kawah dibawah. Macetnya ini parah lho, asli, gak bergerak sama sekali dan seingat saya lama. Jadi sisi positifnya adalah, saya bisa tidur lagi! Hhaa


Kemacetan yang terjadi antar jeep

Sampai di Pasir Berbisik, kami diturunkan dari jeep dan acara bebas kalau mau foto-foto. Habis dari sana, kami lanjut dianterin ke daerah Bukit Teletubbies dan Padang Savana. Sayang kita kesana pas musim kemarau, jadi tumbuhan semua berwarna kecoklatan dan tampak mati.
Pasir Berbisik

Trip terakhir adalah naik ke kawah (ini nih hal yang paling bikin saya males ke Bromo lagi) jalannya itu lho. Kita turun di parkiran jeep, kemudian langsung diserbu ojeg kuda Suku Tengger yang pada rebutan nawarin naik kuda. Tarif yang dibanderol sih sekitar 50k per orang satu kali naik (tidak termasuk turun). Tapi kalau mau nawar ya silahkan. Berdasarkan pengalaman saya sih, mending naik kuda pas naiknya aja, pas turun jalan kaki. Tapi karena gak dapet harga yang cocok, jadilah kita jalan kaki sampai ke puncak.


Cuma mupeng lihat orang naik kuda. Hiks

Jalan awal itu lumayan enak, karena cuma landai dan luruss.. Tapi jauuhh.. Setelah itu, mulailah jalan yang menanjak, sumpah ngos-ngosan banget! Lama juga saya nggak mendaki gunung dan err.. olahraga tentunya. Tantangan terakhir adalah harus naik tangga yang kata Mas Andik ada sekitar 200an lebih anak tangga. Gilaaa.. Akibatnya kami selalu berhenti tiap 50an anak tangga, gak kuat, kita jarang olahraga. Haha


Tangga menuju kawah

Sampai di bibir kawah, saya sedikit kecewa karena berharap akan mendapatkan fresh air khas puncak gunung. Namun yang kami dapatkan adalah justru bau belerang yang amat menyengat. Alhasil kami cuma sebentar diatas, berfoto-foto sedikit, kemudian buru-buru turun lagi. Kawah Bromo 25 Oktober 2015 pagi sangat penuh bau belerang yang menyengat dan sampai berwarna kekuning-kuningan. Dulu waktu saya ke Bromo kali pertama, kawahnya masih berwarna hitam. Nggak berwarna kuning sama sekali.


Kawah Bromo yang berwarna kuning dan sangat berbau belerang

Waktu turun tangga, adalah moment yang tak kalah mendebarkan! Kalau naik tangga itu melelahkan, maka ini turun tangga adalah me-nye-ram-kan! Tangga-tangga ini benar-benar licin karena penuh pasir. Kalau tidak hati-hati, bisa saja meluncur begitu saja, luruuuss turun kebawah melewati 200an anak tangga. Nah, pastikan bahwa sepatu yang kit apakai tidak licin. Setelah sampai dasar tangga, akhirnya kami malah memutuskan untuk naik kuda (strategi yang kurang tepat) dan diantar sampai parkiran jeep.
Oh ya, hal yang  amat sangat penting namun sempat saya lupakan yaitu, saya GAK BISA berkuda! Ini merupakan pengalaman pertama naik kuda dengan medan yang sangat off road, jalur pasir, dan jalanannya turunan curam! Sayup-sayup saya dengar dari belakang teman saya bertanya, "Pak, ini kalau turun harus gimana?" (wah, dia juga gak pernah naik kuda! haha) But, wait!! IYA! Ini gimana pak turunnyaaaaa...??!! (((langsung panik))) "Badannya lurus aja mas, kakinya lurus ke arah depan". Ngomong itu mudah, tapi menjalani itu susahnya minta ampun. Sama kaya teori itu mudah tapi praktek? Butuh kemampuan. Dan keberhasilan hanya bisa didapat dari latihan, "practice makes perfect!"


PS : yang naik kuda di depan itu bukan saya, tapi memang seperti itulah rasanya, MIRIP!

Beneran rasanya sangat ngeri dan awkward banget naik sesuatu, yang bisa jalan sendiri, hidup lagi! Berkali-kali rasanya saya mau terjun bebas ke depan lurus ngelewatin leher si kuda. Curam banget! Akhirnya komentar dari teman saya adalah, "Kamu kelihatan tegang banget lho, gak nyantai, terlalu tegak lurus kebelakang". Hadehhh... belum tahu dia, saya baru saja melewati salah satu masa-masa kritis dalam hidup saya! haha


Penampilan saya naik kuda di tanah landai

Sukses mencapai parkiran jeep, kami langsung diantar balik ke Malang (dan tetep gak bisa tidur karena naik jeep yang gak ada senderan kepalanya). Jadilah kami gantian bangun buat dijadiin senderan bahunya (yakin, only for survive purpose only). Oh ya, sedikit tambahan soal tour yang saya gunakan. Tour ini gak memberikan makanan berat, cuma dikasih roti dan air minum. Selain itu, tour ini juga exclude jasa foto. Jadilah seringnya kita selfie-selfie sendiri.
Kala itu di Bromo sedang ada festival layang-layang. Entah lomba atau kegiatan rutin, atau bagaimana. Yang jelas, lumayan banyak yang ikut meramaikan, dan bagus!


Festival layang-layang di Bromo


Terus, jangan khawatir ya teman-teman, kalau ke Kawah Bromo walaupun belum sarapan, jangan takut karena disana ada yang jual.... Bakso!! hahaa.. Hebat kan Indonesia ini? Orang-orangnya pintar melihat peluang semua. Hhaa.. Waktu itu saya gak coba baksonya sih, jadi gak tau rasanya bagaimana dan kisaran harganya berapa :)


Tukang bakso dadakan di Pasir Berbisik
Kesimpulannya adalah, setiap sesuatu hal itu pasti ada plus minusnya. Termasuk dengan trip wisata ini, dengan jasa tournya, dengan jeepnya, dengan makanannya, dengan itinerarynya, dengan keramahan drivernya, dengan pengalaman jalan yang off road, dan lain sebagainya. Intinya adalah apakah perjalanan mu ini bermakna atau tidak. Nah kalau bagi saya, perjalanan ini bermakna. Bagaimana dengan kisah travelingmu? Share yuk!












0 comments:

Post a Comment

Add Coments Below :