Wednesday, February 21, 2018

Pinjamkan Buku Koleksi, Sayang Gak Sih?


Apakah kalian adalah orang yang suka baca buku? Nah, sebagian besar orang yang suka baca buku, pasti juga suka mengoleksi buku-buku. Dan karena koleksi yang makin hari tentu makin banyak, pasti ada aja dong orang-orang yang pengen meminjam koleksi buku pribadimu? Nah, kalian tergolong tipe apa nih? Apakah tipe yang "Nih, ambil aja, terserah mau balikin kapan", atau tipe yang tergolong 'pelit' meminjamkan buku koleksi ke orang?

Saya akan bercerita pengalaman saya sendiri tentang kasus pinjam-meminjam buku ini ya. Kebetulan saya adalah orang yang suka baca buku, tapi terbatas hanya novel fiksi, terutama Harry Potter dan sejenisnya saja. Hehe. Oh ya, saya mulai suka mengoleksi buku itu dari kelas 3 SMP.

Nah, bicara soal orang yang ingin meminjam koleksi saya, tentu saja ada dong. Sejujurnya saya baik-baik aja dan boleh-boleh aja kalau ada seseorang yang ingin meminjam buku koleksi saya. Kebetulan kakak saya juga menyukai Harry Potter. Dan sejauh ini, keputusan untuk membeli dan mengumpulkan semua seri novel Harry Potter itu berkat support dari kakak saya. Pernah saya baru saja membeli Harry Potter dan Orde Phoneix, buku kelima. Saya membiarkan kakak saya untuk membacanya sampai selesai terlebih dahulu, bahkan ketika saya belum membacanya sama sekali. Tapi.. kakak saya tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya 3 hari dia mampu menyelesaikannya kalau tidak salah. Luar biasaaa..! Padahal kalian tahu kan seberapa tebalnya buku ke-5 harry Potter itu? Buku yang paling tebal tidak wajar diantara semua serinya. Saya saja membutuhkan waktu sekitar seminggu untuk membacanya. Itu adalah salah satu contoh peminjaman buku saya yang baik-baik saja. Nah, tapi juga ada satu pengalaman saya yang tidak baik-baik saja tentang peminjaman buku. Dan sejak kejadian itu.. saya jadi sedikit trauma. Begini ceritanya..


Buku Harry Potter and the Half Blood Prince yang rusak

Jadi cerita bermula pada saat ada launching novel terbaru J.K Rowling yaitu Harry Potter ke-6, Half Blood Prince. Kalau tidak salah saat itu saya kelas 3 SMA? Maaf sudah sedikit lupa. Jadi saya berniat untuk menitip beli ke salah satu teman saya untuk membelikan novel tersebut. Karena first buyer bisa mendapatkan bonus totebag eksklusif Harry Potter. Gimana gak excited coba.

Nah, ketika buku tersebut sudah sampai di tangan saya, tentu saja saya senang bukan kepalang. Sudah tidak sabar untuk segera membacanya. Nah, begitu saya selesai membaca, kabar bahwa saya memiliki buku Harry Potter ke-6 itu tersebar di seluruh penjuru sekolah. Karena saya menitip belinya ke salah satu teman satu sekolah saya. Dan dulu kebetulan orang yang mau sukarela membeli novel tersebut itu tergolong langka. Karena jaman dulu harga buku tersebut masih tergolong mahal, dan uang jajan itu berapa sih, paling ya mending dibuat jajan atau beli keperluan sekolah lainnya. Tapi tidak berlaku untuk saya, saya rajin menabung demi bisa membeli semua seri novel Harry Potter.

Tidak bisa dipungkiri, antrian orang yang ingin meminjam novel saya lumayan banyak. Dan semua bisa dibilang teman dekat saya. Kan nggak enak juga kalau tidak meminjamkan, nanti dikira pelit, mentang-mentang udah beli. Nah, berawal dari pikiran itu, saya akhirnya meminjamkan novel berharga saya yang baru dibeli tersebut. Beneran, masih baru banget, baru juga saya baca sekali, dan disampul.


Isi buku sudah 'melebihi' lebar cover itu sendiri

Salah seorang peminjam pertama saya, orang yang sangat teliti, dan berhati-hati, dan dia juga sangat suka Harry Potter, cuma orang tuanya kurang merestui, jadilah dia tidak beli bukunya. Hehe. Jadi dengan hati lapang saya segera mengoper buku saya tersebut ke teman saya tersebut. Tidak sampai seminggu, buku itu kembali ke tangan saya tanpa cacat sedikitpun dan bahkan tanpa reminder dari saya untuk mengembalikan. Benar-benar pembaca yang budiman dan patut diacungi dua jempol 👍👍

Kasus berlanjut ke antrian peminjam berikutnya, nah dia adalah seorang teman dekat saya juga. Tapi orangnya ini sangat berbeda dari tipe peminjam pertama. Dengan sedikit ragu, saya meminjamkan novel berharga saya. Dan benar saja, jarak waktu pengembaliannya luar biasa lama. Hampir dua bulan lebih belum juga dikembalikan. Saya sudah me-reminder dan bahkan menagih agar segera dikembalikan dengan alasan banyak pengantri berikutnya. Padahal selain itu, saya juga ketar-ketir dengan keadaan buku saya. Huhuuu.. my precious..


Jilidan buku yang sudah total lepas mengelupas

Teman saya bilang, dia selalu lupa membawa buku tersebut ke sekolah padahal sudah selesai dibaca. Saya sih curiga bukunya hilang.. Tidaak! Dan akhirnya suatu hari teman saya mengembalikan buku tersebut kepada saya. Dan kalian tahu apa yang terjadi dengan keadaan bukunya?

Buku tersebut terlihat sangat hancur dan acak-acakan. Jilid bukunya sudah terlepas dengan sempurna antara buku dan covernya. Selain itu, kertas bukunya juga sudah berwarna kuning-kuning kumal, dan banyak lipatan di beberapa halaman. Jelas sekali teman saya tidak memiliki bookmark sama sekali.


Kondisi jilidan di dalam buku

Saya ingin berteriak sekencang-kencangnya, dan menangis sejadi-jadinya. Biar bagaimanapun, itu buku baru saya, koleksi berharga saya. Bahkan buku tersebut belum sempat saya sayang-sayang, saya peluk-peluk. Huaa... buku baru saya rusak parah!!

Ketika saya menanyakan keadaan buku saya yang rusak tersebut kepada teman saya, dengan santai dia hanya menjawab bahwa ketika dia terima buku tersebut di awal, keadaannya sudah seperti itu. Lagian dia juga sudah lupa kena apa saja selama dia bawa karena udah terlalu lama juga dia membawanya. Tidaaakkk!! Dengan seenaknya sendiri dia menjawab seperti itu. Padahal saya tahu betul, dan ingat sekali bagaimana keadaan buku saya ketika pertama meminjamkan kepadanya.
Cover buku setelah Saya rekatkan kembali menggunakan lem #SEDIH

Berawal dari sanalah, trauma saya tercipta. Ya, trauma untuk meminjamkan buku koleksi saya kepada orang lain. Maka dari itu, saya cenderung untuk 'menyembunyikan' koleksi buku-buku baru saya. Kalaupun ketahuan punya, saya selalu beralasan bahwa saya belum selesai membaca atau bukunya ada di rumah, atau masih dipinjam orang lain. Ya, alasan yang klise memang, tapi mau bagaimana lagi. Tapi kebiasaan buruk untuk 'menyembunyikan' ini pelan-pelan sudah saya hindari. Saya sudah membuat satu akun khusus untuk mereview buku-buku yang sudah saya baca, dan mempublishnya secara umum. Kebetulan juga, sebagian besar buku tersebut adalah koleksi saya pribadi. Bisa cek di Instagram @read.thebooks 

Sampai saat tulisan ini dibuat, buku saya yang rusak itu tetap saya simpan. Dan masih dalam keadaan seperti itu, karena susah sekali memperbaikinya. Sempat berpikir berkali-kali untuk membeli buku yang baru dengan judul yang sama, tapi saya masih ragu. Apakah itu perlu? Toh saya sudah punya, dan walaupun rusak parah, masih bisa dibaca. Tapi sebagai kolektor buku, seharusnya saya memiliki buku yang masih layak dan tidak rusak parah seperti itu. Ya kita lihat nanti saja ya.

Tapi bukan berarti saya tidak pernah lagi meminjamkan buku saya lagi kepada siapapun. Setidaknya, sebelum meminjamkan, saya selalu melakukan evaluasi ulang terhadap orang tersebut. Apakah dia layak mendapatkan buku saya. Haha. Nggak, lebih kepada tipe apa orang tersebut. Karena tipe tertentu juga akan berhati-hati terhadap buku, bahkan jika itu bukan buku miliknya sendiri.


Buku Harry Potter and the Half Blood Prince yang rusak parah :'(

Akibatnya, saya juga jarang meminjam buku kepada orang lain. Bila benar-benar ingin, saya cenderung membeli sendiri atau meminjam di perpustakaan. Nah, cara ini lebih aman karena ada due date-nya pengembaliannya. Saya cukup sering meminjam buku ke perpustakaan atau ke rental buku. Kalau meminjam komik saya biasanya ke rental buku. Dan walaupun buku rental, saya juga selalu menjaga kondisi komik-komik pinjaman saya. Saya selalu menggunakan bookmark, tidak pernah menekuk halaman buku apalagi dalam keadaan terbuka kemudian menelungkupkannya untuk menandai halaman. Jangan!

Saran saya sebagai pemilik buku, teliti dan evaluasilah benar-benar tipe orang yang ingin meminjam bukumu. Jangan sampai menyerahkan buku berhargamu kepada orang yang salah, karena bisa jadi dia malah merusaknya. Nah, saran saya sebagai sudut pandang peminjam, usahakan untuk menjaga baik-baik buku pinjamanmu dan kembalikan segera setelah selesai dibaca. Walaupun itu bukan bukumu, tapi kamu bertanggung jawab sebagai peminjamnya. Minimalkan meminjam kepada orang lain, pinjamlah ke perpustakaan bila memungkinkan. Semangat membaca itu bagus, tapi alangkah lebih baik bila tidak merugikan orang lain bukan? 








Friday, February 9, 2018

Kemiripan Cerita Dilan dengan Film Lain (?)


Terhitung sejak saya membuat tulisan ini, bioskop-bioskop di Surabaya masih pada rame dipenuhi orang yang antri nonton Dilan 1990. Kalau lihat di postingan instagramnya dik Iqbaal sih penontonnya udah 3jutaan lebih cuma dalam 10 hari penayangan. Luar biasa banget kan film ini. Tentu saya juga suka banget sama film ini, penasaran pengen nonton film ini, dan pengen ikut euforia 'tante-tante' (((tanteee))) heboh yang nonton Dilan di bioskop. Nonton film Dilan itu harus benar-benar tepat. Kalau punya pasangan, nonton sama pacar akan lebih 'nendang', kalau jomblo, mending nonton sama se-geng, jamin deh bakal lebih asyik. Tapi sangat tidak disarankan untuk menonton film ini sendirian, karena bakal gak ada 'pelampiasan' kalau lagi baper atau gemes! 😋


Walaupun Dilan adalah film bertema kisah cinta remaja pada umumnya, saya tetap bersikeras untuk nonton. Karena saya tahu (based on novel) bahwa ceritanya gak akan mengecewakan seperti film Indonesia (remaja) yang sebelum ini saya tonton *ups. Salah satu lagi alasan kenapa saya bersikeras nonton, ya karena saya sudah baca novelnya! Penasaran banget gimana visualisasi dari tulisan Pidi Baiq ke versi layar lebar. Apalagi yang main cowok ceweknya semua saya suka, ganteng cantik, dan yang terpenting, bisa acting. Jadi kayaknya filmnya ya bakal keren abiss dah!



Tapi disini saya gak akan ngebahas, ngritik, atau ngereview film Dilan 1990. Kenapa? Ya jelas karena saya belum nonton lah! Nanti saya tambahin ulasannya kalau udah nonton ya. Nah, hmm.. mau ngomong apa ya, kok jadi lupa. Oh ya, saya akan mencoba membongkar (*halah) cerita dari novel Dilan karya Pidi Baiq ini (jadi tetep aja ntar mengandung spoiler bagi yang belum nonton *maapin yaa..) Novelnya sendiri kan ada 3 : Dilan Tahun 1990, Dilan Tahun 1991, dan Milea Suara dari Dilan. Jadi 2 novel utama ini sudut pandang penceritanya adalah dari sisi Milea. Kalau novel yang ketiga, sudut penceritaannya dari sisi Dilan sendiri. Mungkin bagi sebagian besar orang cara penulisan Pidi Baiq cukup khas dan unik, atau gimana sebutannya saya juga nggak ngerti. Kebetulan film Dilan ini diangkat dari novel, jadi saya memilih membaca novelnya dulu biar paham ceritanya, kemudian baru membandingkan dengan versi filmnya.


Awalnya saya cukup 'tidak terbiasa' dengan gaya penulisan Pidi Baiq. Maklum belum pernah baca karya beliau sebelum-sebelumnya. Jadi ini adalah kali pertama. Kata dan kalimatnya itu sering dibolak-balik susunannya, kadang seperti kurang huruf, terus gak baku atau terlalu baku malah, gak ngerti juga. Pokoknya orang yang gak biasa baca gaya penulisan begitu pasti agak sedikit syock juga, seperti saya. Contohnya ya, “dimarah jangan”, atau “tadi ada orang ngerokok, terus asapnya dike-akuin”. Ntah emang sengaja dibikin belibet atau emang bagusnya gt, kaga paham! Haha



Jadi karena penulisannya yang agak beda dari biasanya itu, buku pertama sedikit perjuangan buat namatin. Tapi akhirnya tamat juga setelah sekian lama. Buku kedua malah lebih lama, sempat vakum 3 bulan setelah baca separo buku. Baru setelah tamat buku kedua, saya seperti orang keranjingan langsung mau baca buku ketiga (yang sudut penceritaan dari Dilan itu). Kenapa? Soalnya penasaran banget kalau diceritain dari sudut pandang Dilan itu kaya gimana jadinya. Dalam semalem aja bisa baca ⅞ buku langsung! Haha. Sekarang sih saya sudah tamat baca ketiga seri bukunya Dilan *pamer


Jadi, garis besarnya buku ini menceritakan kisah asmaranya Dilan sama Milea waktu SMA yang bersetting di tahun 1990-1991 di Bandung. Ntah ini kisah nyata apa enggak. Banyak yang bilang ini kisah nyata yang ditulis ulang Pidi Baiq dengan gaya penceritaannya sendiri. Kalau memang kisah nyata, kok rasanya terlalu sempurna banget. Maksudku bukan tentang cerita endingnya ya, tapi lebih ke.. apa yaa.. cara mereka memuji satu sama lain bahkan setelah jadi mantan, kok kayaknya terlalu bikin baper banget bisa ngomong blak-blakan (ngomong-ngomong ini suami sama istri masing-masing apa nggak marah yak?) skip aja itu urusan rumah tangga mereka deh. Tapi kalau dibilang bukan based on true story, bisa dibilang cerita ini sungguh dekat banget sama kehidupan sehari-hari, ceritanya cukup ringan, nggak drama banget, gak kaya sinetron gitu lah konfliknya diheboh-hebohin. Yah.. terserah kalian sendiri ingin menilai kisah ini sebenernya nyata apa nggak ya.



Terus kalau dilihat dari sisi alasan Dilan-Milea putus ini sebenernya klasik juga sih, yaa emang umum terjadi pada usia-usia remaja. Alasan klasik seperti posesif (“kemana kamu pergi terserah, asal aku ikut”), ngekang-ngekang kemana cowoknya mau pergi atau kumpul-kumpul sama temen-temennya, pengen dimilikin sendiri, dan lain-lain. Terus kalau nggak nurut, ngancem putus, alasan ‘demi kebaikan kamu lah’, ‘demi keselamatan kamu lah’. Yaelah sebenernya sih, ntar kalau udah gede pasti sadar-sadar sendiri kok nih cowok-cowok, errr.. setelah menemukan calon istri idaman lebih tepatnya *uhuy. Jadi sebenernya solusi permasalahan Dilan-Milea ini sebenernya simple aja, biarin. Ntar juga sadar-sadar sendiri, berubah sendiri. Buktinya si Cika (pacar baru Dilan, lebih nyantai Dilan ikut geng motor). Dari sisi Dilannya sendiri dia juga semakin dewasa kan udah semakin gak aktif dan jarang kumpul-kumpul sama geng motornya dengan sendirinya. Cowok tuh wajar banget kalau punya hobi, dan gak pengen dikekang-kekang sama hobinya, maklumin ya girls

Lanjut ke kritik sifatnya Milea (lah kok malah bahas ini??), si Milea ini ngambeknya gak tepat sasaran banget. Waktu tau temennya Dilan meninggal bukannya menguatkan Dilan, mensupport dia, eh malah marah-marah nggak jelas. Padahal dititik itu Dilannya lagi butuh sandaran banget, dan pacar adalah adalah sandaran yang tepat *eh. Pokoknya harusnya semua masih bisa diomongin baik-baik, dengan kepala dingin tanpa emosi apalagi ngambek gak mau diajak ngomong trus tau-tau minta putus pakai acara nampar segala (ah elah, drama banget ini). Pokoknya cerita Dilan-Milea ini puncak konfliknya ya emang waktu mereka putus. Cerita yang cukup sederhana sih, tapi deket sama keseharian (dan masa lalu) jadi cukup ngena banget *uhuk. Yah pokoknya emang konflik yang biasa terjadi waktu SMA gitu lah. Tapi saya pribadi sih tetep baper kalau mereka akhirnya tetep putus dan endingnya seperti itu.. huhuu




Nah, tulisan saya akan berfokus pada penceritaan atau isi dari jalan cerita Dilan itu sendiri. Kalau boleh saya bilang sih, “kok mirip sama Ada Apa dengan Cinta (AADC) ya?”, atau “eh nggak ah, ini lebih mirip ceritanya Perahu Kertas”, hmm.. Tapi film “Cintapuccino agak nyambung juga”. Halah, jadi yang mana? Jawabannya, menurut saya, mirip sama semuanya. Kok bisa?? Oke saya jelasin satu-satu ya.


Kemiripan Dilan dengan Ada Apa dengan Cinta (AADC)


Hah? Mirip darimananya coba? Tunggu dulu, sabar dulu biar saya jelaskan pelan-pelan.

Jadi siapapun yang udah nonton atau baca Dilan, pasti tahu kan kalau Dilan-Milea itu saling suka saat di bangku SMA, terus mereka terpisah (kalau di cerita Dilan sih mereka putus dulu terus pisah, kalau AADC pisah dulu, LDR dulu, baru putus). Nah, bedanya, kalau di AADC mereka balikan, kalau di Dilan mereka enggak balikan. Ya, jadi putus aja gitu, selamanya.. pisah.. Hiks. Terus mirip darimananya?


Jadi gimana ya, agak ironis sih sebenernya. Jadi Dilan ini kan film remaja-remaja gitulah kan ya, tapi hebatnya mereka udah cukup ‘dewasa’ banget mengambil keputusan sulit untuk nggak balikan lagi karena mengingat beberapa kondisi (kebanyakan cuma karena salah paham sih). Tapi, saya terkesannya itu, walaupun mereka masih bisa dibilang masih muda, mereka mampu mengambil sebuah sikap dan keputusan yang menurut sebagian besar orang, orang dewasa terutama, akan susah untuk melakukannya. Mereka cukup berani untuk putus (dalam artian sebenernya) dan memaksakan menjauh satu sama lain (walau endingnya tetep temenan baik dan kadang masih suka bilang “Dilan, Lia rindu” *ah elah!)

Bedanya sama AADC, khususnya di AADC2, Rangga-Cinta emang pernah suka dan pacaran kan, tapi mereka putus, dan bahkan si Cinta udah mau nikah, tapi gak jadi, dan mereka lebih memilih BALIKAN. Padahal kalau menilik usia kan seharusnya Rangga-Cinta ini udah lebih dewasa dibanding Dilan-Milea yang masih bau kencur untuk urusan cinta. Tapi Rangga-Cinta dengan gagah berani mengambil keputusan buat balikan aja, dengan alasan masih cinta *klasik, manusia gak pernah tahu umurnya sampek kapan, dan gak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang belum tentu datang lagi, daripada menyesal ya kan. Saya jujur salut dengan keberanian Dilan-Milea ini dalam mengambil sikap *mereka ini bodoh apa gimana sih ah, gemes deh kenapa gak balikan aja sih! *maksa


Kemiripan lainnya, Dilan ini suka bikin puisi-puisi gitu, dengan genre romantis ataupun genre konyol atau nyeleneh. Si Rangga ini juga suka bikin puisi, tapi maknanya dalam, romantis, dan menusuk *yekan? Kalau Dilan Panglima Tempur geng motor, Rangga lebih ke tipe pendiam, cuek, dan kutu buku. Eh jangan salah, kalau udah marah, Rangga ini level kerennya bisa meningkat menjadi seribu persen! Milea ini populer dan cantik, sama kan, Cinta juga populer dan cantik. Pokoknya baca Dilan itu langsung keinget kisah cintanya Rangga-Cinta jaman SMA, ya nggak?


Kemiripan Dilan dengan Perahu Kertas

Ini lagi, mirip darimana? Bukannya dari ending Perahu Kertas ini Kugy-Keenan juga memilih balikan kaya Rangga-Cinta? Kan beda sama Dilan-Milea yang memilih pisah selamanya? Ermm.. 


Jadi Kugy-Keenan ini memang awalnya suka dari cinlok gitu lah, beda apa sama kaya Dilan yang pake acara ramal-ramal segala. Bedanya, Kugy-Keenan ini belum sempet pacaran tapi udah didera cobaan bertubi-tubi yang mengakibatkan mereka saling menjauh dan mengubur perasaan masing-masing. Hingga akhirnya mereka sama-sama saling tahu kalau mereka saling suka, keadaan udah terlambat, mereka udah punya pacar masing-masing. Malah Kugy udah dilamar sama pacarnya. Dan pacar Keenan juga baek banget gitu sifatnya. Mereka memilih memaksa membunuh perasaan mereka dan menjalani kehidupan masing-masing dengan pasangan masing-masing. Bahkan sempet saling dukung (mirip sama Dilan-Milea yang juga saling dukung ketika tahu sama-sama udah punya pacar masing-masing).


Terus bedanya, lama-lama Kugy-Keenan beneran gak mampu dan gak sanggup menolak rasa itu *halah. Tapi didukung juga sama kesadaran masing-masing pacar mereka yang lebih memilih merelakan pasangannya pergi balikan dengan mantannya. Jadi Kugy-Keenan dapat kesempatan buat sama-sama lagi, hingga akhirnya mereka menikah. Sedangkan nasib sedih tetap dimenangkan oleh pasangan Dilan-Milea yang harus tetap pisah karena pacar mereka masing-masing gak merelakan / melepaskan Dilan-Milea buat balikan aja (?) Haha gak ding! Dilan-Mileanya sendiri juga seperti kurang perjuangan buat balikan, mereka tanggung jawab sama pilihan yang udah diambil walaupun tahu mereka dulu sempat gak komunikasi cuma gara-gara salah paham (duh paling gemes sama alasan begini!). Eh dulu itu tahun 1990-1991 ya, belum ada social media yang memungkinkan kita stalking mantan udah pacaran lagi apa belum *ups.



Kemiripan Dilan dengan Cintapuccino



Kalau ini, mirip darimana? Eits, udah pada pernah nonton Cintapuccino belum? Jadi film ini menceritakan kisah cinta Rahmi dan Nimo semasa SMA juga. Jadi si Rahmi ini ceritanya nasir berat sama kakak tingkatnya yang namanya Nimo. Duh, pokoknya obsesi cintanya ini sampai ada namanya, ‘Nimonimous’ yang telah mencapai stadium empat. Edan! Nimo ini kenapa sih dulu, aku lupa alasannya kenapa dia gak mau sama Rahmi, kayaknya sih karena Nimo udah punya ‘monyet’ *maksudnya pacar (di Cintapuccino mereka nyebutnya monyet), dan disana si Rahmi kepo banget sama pacarnya Nimo itu. Kayaknya Rahmi-Nimo ini juga gak pernah pacaran, hingga mereka pisah gak ada hubungan dan kabar sama sekali. Terus suatu ketika Rahmi kembali dipertemukan dengan Nimo *jeng-jeng-jeng-jeng!! Rahmi yang ketemu lagi sama obsesi cinta lamanya jadi galau sama perasaannya, padahal waktu itu dia udah mau nikah.




Ah udah ah, ini kenapa malah jadi nyeritain Cintapuccino, hilang deh nanti highlight judul artikel saya, wahaha! Jadi, miripnya sama Dilan apa? Jadi lama berselang setelah Dilan-Milea ini putus, mereka sempat ketemu lagi waktu reuni gitu ceritanya. Tapi Milea bawa ‘monyet’nya, eh, maksudnya, dia sama pacarnya, terus ketemu Dilan, tapi Dilan gak bawa pacarnya. Udah kaya gitu ya, bukannya putus Milea tetep aja melanjutkan hubungan sama pacarnya, dan Dilan juga gitu. Ah elah, sebel banget gak sih?? Rahmi-Nimo aja milih balikan karena gak bisa membohongi perasaan. Padahal Rahmi udah mau nikah. Yaa… kasihan juga sih sama pacarnya Rahmi, seperti terpaksa dan sedih banget gitu *pukpuk


Jadi apa yang penonton harapkan?



Tentu saja Dilan sama Milea balikan. Tinggalkan saja, kekasihmu pergi, putuskan saja pacar kalian masing-masing. Haha.. Enggak, gini lho, kan mereka itu walaupun udah punya pacar masing-masing rasanya masih kaya chemistry gitu. Masih saling ada perasaan,  masih saling peduli, dan yang terpenting : masih saling mengucap RINDU. Ah elah! Itu mah kalau jaman now udah dibilang selingkuh! Apalagi ke mantan yang paling membekas dihati begitu. Keluarga juga udah saling suka, saling kenal, saling dekat, kenapa sih kalian gak nekad aja balikan? Sapa tau emang jodoh kan? *fans delusional mulai maksa, namun berakhir harus menelan pil pahit kenyataan



Dilan-Milea (kalau kalian emang beneran ada) tentunya sekarang udah pada dewasa. Mungkin udah punya anak-cucu masing-masing, berarti ya emang bukan jodoh, gak peduli seberapa cintanya dan seberapa dalamnya perasaan mereka dulu. Cerita Dilan ini walaupun terkesan receh (cerita cinta anak remaja), tapi sebenarnya menyimpan pesan-pesan yang cukup bijaksana seperti : bertanggung jawablah dengan apa yang sudah kamu pilih dan menjadi keputusanmu, lebih baik berkomunikasi dan menanyakan secara langsung daripada mengambil sikap berdasarkan asas praduga tak bersalah hingga berakibat kesalahpahaman yang fatal, dan satu lagi, kamu masih boleh kok, bilang rindu ke mantanmu *ups. Buat yang terakhir ini jangan ditiru ya gaess! 



Reaksi setelah nonton Film Dilan 1990


Oh ya, tulisan ini saya tambahin ya, soalnya update nih : SAYA UDAH NONTON DILAN 1990!!❤️❤️ Yeaaayyy...!! (。>﹏<。) Bahagiaaa bangett.. rasanya terharu-haru sendiri gitu *lebay. Tapi akhirnya saya nonton ditemenin pacar 👩‍❤️‍👨 jadi ada sasaran empuk kalau mau pukul-pukul manja atau terlalu gemes sama aksinya Dilan. Jadi apa kesan setelah nonton Dilan? KEREEENN PARAAHH..! Bener kata blogger-blogger yang udah lebih dulu dan lebih banyak mengulas film Dilan ini. Reaksi saya sama aja seperti mereka : SUKAAA ❤️

Trailer Dilan gak akan cukup merangkum apa yang penonton dapat lihat dalam keseluruhan film *yaiyalah. Etapi beneran guys, filmnya itu disatu sisi ringan, tapi herannya kenapa bisa menimbulkan dampak yang cukup signifikan ya ke batin para jamaah perempuan yang nonton? *pertanyaan besar. Banyak perempuan yang mesem-mesem setelah keluar dari bioskop (termasuk saya tentunya). Nonton tuh kalau gak mesem-mesem sendiri, ya pasti cekikikan, dan rasanya pengen banget komentar ke setiap tindakan remehnya Dilan ke Milea. Setiap gombalannya Dilan rasa-rasanya itu gak hanya ditujukan ke Milea, tapi pada kita para penonton semuanya. Nonton film itu (bagi perempuan) bisa bikin salah tingkah sendiri, gatel pengen nyeletuk, komentar nimpali omongannya Dilan, ah pokoknya filmnya interaktif banget. Contoh ya contoh (*ini spoiler), jadi waktu itu Milea lagi sakit, dan Dilan kirim Bi Asih buat mijet Milea. Waktu temen-temen yang jengukin Milea mau pulang, Dilan mencegah Milea buat nganter kedepan. Ngomongnya kurang lebih begini : "Milea, izinkan aku saja yang mengantar teman-teman, kamu didalam aja, kamu kan masih sakit". Ah elah, pengen banget gak sih nimpalin omongannya Dilan dengan kalimat "ah elaahh.. cuma kedepan doanggg" - pasti Mileanya juga gak akan kenapa-kenapa yekan gengs. Haduh.. pokoknya masih banyak tindak-tanduknya Dilan yang bikin geleng-geleng kepala dan gemes-gemes sendiri pengen gigit bantal. 




Reaksi partner nonton saya? Sama! Walaupun dia laki, tapi dia cengengesan juga lihat aksinya Dilan. Mungkin dalam hati diam-diam dia copy-paste tindakannya Dilan buat diterapin ke saya entar kapan-kapan 🤣sambil (mungkin) sesekali nyumpahi "eh si k*mpret boleh juga nih". Pokoknya hampir keseluruhan film bisa bikin cewek-cewek merana karena terlalu senang, malu, dan baper sama gombalan-gombalannya Dilan. Ngomong-ngomong si Iqbaal ini keren juga, bisa pas banget gitu meranin Dilan. Tengilnya dapet, resenya dapet, bengalnya dapet, herannya juga, manly-nya juga dapet! Waktu scene-scene tertentu, Dik Iqbaal bisa ngeluarin sisi garangnya dengan nggak kalah keren dengan sisi tengilnya. Cocok aja gitu, enak dilihat dalam satu paket. Kalau Dilan bukan diperanin sama Iqbaal, bakal beda kali ya feel film ini. Duuhh, keren banget sih kamu diikk.. *merana karena Dik Iqbaal lahir tahun 1999. Kalau ditanya pengen nonton lagi nggak? Tentu IYA, kalau bisa nonton 10x pun, saya mau! Saya mau mencermati setiap kata, kalimat, serta mimik wajah Dilan yang mengiringi setiap gombalan yang dilontarkannya, untuk kemudian memetakannya secara apik kedalam otak, dan meresapinya kedalam lubuk sanubari yang terdalam. 

Rating film Dilan 1990 menurut saya : 10/10 (⭐⭐⭐⭐⭐)

Balik lagi ke kemiripan film cerita Dilan, jadi menurut kamu, cerita Dilan ini mirip sama cerita film apa?