Tuesday, December 19, 2017

Every Relationship are for Reason, Season & Lifetime


“People come into your life for a reason, a season, or a lifetime. When you figure out which it is, you’ll know exactly what to do”
____
Iyanla Vanzant


Seorang pembicara inspirasional dari Amerika, serta seorang spiritual teacher bernama Iyanla Vanzant, dalam salah satu buku karyanya yang berjudul Acts of Faith : Meditations for People of Color menyebutkan bahwa “people come into your life for a reason, a season, or a lifetime.”

Seketika saya tertarik untuk menelaah arti dari ketiga bagian hidup tersebut. Ya, Iyanla memang menyebutkan ada tiga bagian : a reason, a season, dan a lifetime.


A Reason
“Sometimes people come into your life for a reason.”



When someone is in your life for a reason,
it is usually to meet a need you have expressed.
They have come to assist you through a difficulty;
to provide you with guidance and support;
to aid you physically, emotionally or spiritually.
They may seem like a godsend, and they are.
They are there for the reason you need them to be.
Then, without any wrongdoing on your part or at an inconvenient time,
this person will say or do something to bring the relationship to an end.
Sometimes they die. Sometimes they walk away.
Sometimes they act up and force you to take a stand.
What we must realize is that our need has been met, our desire fulfilled; their work is done.
The prayer you sent up has been answered and now it is time to move on.


Ketika seseorang hadir dalam hidupmu karena sebuah alasan, maka seseorang itu hadir karena kamu memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan yang bisa bersifat lahir maupun batin. Ketika sedang mengalami kesulitan, seseorang itu hadir untuk membantu menyelesaikannya. Ada bagian dari dirinya yang kamu butuhkan, sehingga hubungan reason itu terjalin. Dukungan yang diberikan bisa berupa fisik, emosional, maupun spiritual. Mereka hadir karena alasan mengapa kamu membutuhkannya. Namun tiba-tiba kalian bisa saja berpisah, tanpa ada rasa sakit hati maupun dendam dan suasana atau rasa yang tidak menyenangkan. Tidak ada sebuah kesalahan yang mengakibatkan hubungan yang terjalin ini harus selesai. Seseorang ini akan mengakhiri hubungan begitu saja, ya terjadi begitu saja. Ketika urusan yang kalian lalui telah selesai. Terkadang mereka hanya berjalan pergi, terkadang mereka memaksa diri untuk pergi. Namun kamu akan tetap baik-baik saja sepeninggalnya. Karena keinginanmu sudah terpenuhi, pekerjaannya dalam hidupmu sudah selesai.

“When somenone’s part in your story is over, turn the page. Don’t try to stretch a chapter into a book”

--***--


A Season

Some people come into your life for a season,
because your turn has come to share, grow or learn.
They bring you an experience of peace or make you laugh.
They may teach you something you have never done.
They usually give you an unbelievable amount of joy.
Believe it. It is real. But only for a season.


Ketika seseorang hadir dalam hidupmu dalam sebuah musim, itu berarti dia hanya hadir dalam salah satu musim di hidupmu. Kamu harus mulai belajar untuk berbagi, tumbuh, dan belajar. Mungkin kehadirannya bisa membuatmu tertawa dan mendapatkan perasaaan damai. Tapi ingat, itu hanya berjalan selama satu musim. Satu musim dalam hidupmu adalah ketika bulan terbit menggantikan matahari, lalu kemudian bulan itu kembali lenyap digantikan oleh matahari. Seseorang itu dapat menyegarkan harimu, memberikanmu kebahagiaan luar biasa, namun hubungan itu akan berakhir ketika takdir telah mengatakan ‘ini saatnya harus berakhir’. Ketika wkatu itu telah tiba, tidak ada yang bisa kamu atau orang itu lakukan untuk menghentikannya atau mengubahnya. Tidak ada yang bisa disalahkan, dan tidak ada yang bisa memperbaikinya. Semakin keras kamu berusaha menghentikannya, maka akan semakin sakit rasanya. Apabila akhir sebuah musim telah datang dalam hubungan cinta, satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah melepaskannya.

“for everything there is a season”

--***--


A Lifetime

Some people come into your life for a lifetime.
Lifetime relationships teach you lifetime lessons;
things you must build upon in order to have a solid emotional foundation.
Your job is to accept the lesson, love the person, and put what you have learned to use
in all other relationships and areas of your life.
It is said that love is blind but friendship is clairvoyant.


Hubungan seumur hidup adalah hubungan yang lebih sulit untuk dilepaskan atau direlakan begitu saja. Ibaratnya adalah sebuah hubungan antara orang tua dengan anak. Jika akhir hubungan seumur hidup telah datang, orang akan cenderung amat sangat terpukul dan tidak bisa menerimanya. Rasa sakit akan selalu ada membekas, kenangan tetap ada, dan kamu akan merasa hidupmu benar-benar hampa dan nelangsa. Bukan tidak mungkin kamu akan menghidupkan kembali setiap saat yang menyakitkan dalam upaya untuk mengerti dan menerima. Hmm.. sebenarnya tugasmu bukanlah mengerti, tapi menerima. Hubungan seumur hidup mengajarkan pelajaran seumur hidup. Sebuah pondasi yang harus dibangun agar memiliki dasar emosional yang kuat. Mereka adalah pelajaran yang paling sulit untuk dipelajari, hal-hal yang paling menyakitkan untuk diterima, namun inilah yang kamu butuhkan untuk tumbuh. Sebuah perpisahan dalam hubungan seumur hidup, kuncinya adalah menemukan pelajaran, cintai orang itu, lanjutkan apa kamu pelajari untuk digunakan dalam hubungan selanjutnya.


“A new life begins when a part of life ends”

--***--






Wednesday, December 13, 2017

Menyingkap Tabir Pertanyaan : "Kapan Nikah?"


"eh, apa kabar? udah nikah belum?" atau pertanyaan "kapan nikah?" yang menjamur waktu lebaran karena ditanyain sama sodara-sodara se-RT. "Masih nunggu apa lagi sih, kok gak nikah-nikah?" dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya.
Hmm.. orang yang kesadarannya kurang peka itu emang kadang pertanyaannnya memang kaya gini : alih-alih mendoakan keberhasilan dan kesehatan orang lain, pertanyaan basa-basinya malah "kapan nikah". Halooo.. menikah itu bukan perkara 'ketuaan', 'sudah wayahe', maupun karena desakan orang tua dan pertanyaan para tetangga rumah yang membombardir tanpa jeda. Tapi yah, namanya aja hidup di Jawa, ya harus ikut gimana cara Jowone ya to?  Orang Jowo kan gitu, suka kepo, suka ngurusin hidup orang lain, julid (istilah jaman now), apalagi ya pokoknya sepertinya hidup orang lain itu lebih menarik untuk disimak dan dikupas secara tajam-setajam pacul, daripada ngurusin hidupnya sendiri yang belum tentu bener itu. Nah!
Hal yang ingin saya tekankan disini adalah : menikah itu bukan hanya perkara menemukan 'The Chosen One' sebagai pendamping seumur hidup. Pernikahan itu sesuatu yang amat sangat kompleks jika kita jeli untuk membedah dan mengoprek-opreknya dengan saksama. Pernikahan bisa menyangkut soal sisi psikologis, ketetapan hati, kesiapan mental, finansial, komunikasi dan hubungan dengan orang lain (hub antar keluarga / mertua misalnya), serta visi misi kedepan membangun rumah tangga semua perlu penyesuaian, persiapan, dan nggak bisa "oke deh, bulan depan saya mau nikah karena tetangga udah pada nanyain" *yakaliii
Ya memang penjelasan saya bisa dibilang "halah, terlalu muleg, dibikin rumit, dan ribet. nikah ya nikah aja nanti juga bisa jalan sendiri"-bagi orang-orang tertentu. Tapi jika dihadapkan dengan pernikahan dini yang sebulan-dua bulan kemudian sudah hamil, tahun kedua pernikahan sudah punya anak sedangkan suami kerjaan juga belum tetap, istrinya nggak kerja dan cuma bergantung dengan satu pintu penghasilan saja, rumah masih nebeng ortu/mertua, bagi saya itu masih jauh lebih horror daripada dicap 'belum nikah-nikah juga'. Ya, saya memang lebih memilih diberi label 'kapan nikah' daripada (menurut saya) hidup terlunta-lunta (tapi penuh cinta) seperti itu. Sorry to say. *maaf tidak bermaksud menyinggung pihak-pihak tertentu



Saya ini orangnya realistis, bukannya materialistis juga. Suami kerja adalah suatu kewajiban. Tapi prinsip saya adalah sebisa mungkin istri juga harus kerja. Entah mau pegawai kantoran, entrepreneur, bisnis online, terserah yang penting juga punya penghasilan sendiri. Sehingga suatu ketika tidak akan muncul istilah 'parasit' *monmaap
Ya sebenarnya istri itu bukanlah seorang parasit. Di kitab suci agama juga tertulis kalau kewajiban suami adalah menafkahi istrinya. Tapi bagi saya, istri yang harus bekerja itu bukan cuma karena istilah parasit tadi, tapi lebih ke mengasah skill, otak, dan kemampuan dalam berbagai hal di era yang semakin edan berkembang ini. Tentu saya nggak pengen otak saya jadi tumpul karena tiap harinya cuma mikirin cucian sama gosipnya lambe turah *monmaap (II). Belum lagi kalau penghasilan dari dua pintu tentu pasti akan lebih aduhai jika dibandingkan dengan penghasilan dari satu pintu aja yakan? Yah kecuali kalau suamik saya itu CEO & owner perusahaan tambang ya tentu saya lebih milih ongkang-ongkang aja dirumah sambil sesekali belanja ke mall atau ke salon perawatan ya to *ngimpiii
Nah, tapi kebetulan calon suami saya ini kerjanya di bank, jadi ya dia pinter banget lah kalau disuruh ngitung-ngitung masalah uang, cicilan, pinjaman, management keuangan, manage customer, dan beban-beban leadership lainnya (cocok jadi suamik. ihir). Nah, sedangkan saya ini orangnya lebih fleksibel sama kemajuan zaman. Netijen jaman now kan tentu gak sama kaya netijen jaman old, jadi ya kerjaan saya menyesuaikan aja. Kalau sekarang era itu lebih hits ke dunia digital, yaudah saya ikutin aja. Kalau gak bisa gimana? Ya belajar. Ya inilah fungsinya otak yekan? Jangan pernah berhenti dibuat belajar. Kalau ketemu hal sulit, jangan nyerah, tapi cari tahu, pelajari, pasti bisa kok. Dan akhirnya saya berlabuh ke dunia digital marketing yang fana dan berubah-ubah ini *ckck. Tapi kadang ini lucu, jadi kalau misalnya cowok saya mau share soal perbankan, endingnya pasti saya cuma "ohh.... oh ya?.. kok bisa?.. wah kok  gitu sih?" - sebatas formalitas. Ya karena saya nggak ngerti dunia perbankan. Sama, cowok saya juga kadang roaming banget deh kalau misalnya saya coba bicara soal SEO, atau sambat soal kerjaan yang menyangkut istilah-istilah komputer dan teknologi lainnya. Seringnya dia cuma diam dan mendengarkan - tanpa berkomentar apa-apa. Wakakaka! (memang kami berdua ini nggak pernah nyambung kalau ngomong). Jadilah kami nggak pernah bahas soal kerjaan kalau lagi berdua. Trus bahasnya apaan dong?
Eh tunggu, ini tadi mau bahas apaan? Soal nikah kan?



Disini saya mau menjelaskan atau klarifikasi soal kasus saya sendiri. Kenapa sampai sekarang saya belum nikah-nikah juga. Bahwasanya saya dan pasangan memang sudah sama-sama bekerja dan berpenghasilan sendiri-sendiri, hmm.. sejak tahun 2013 akhir kalau nggak salah. Tentu di awal-awal kerja kami nggak berani dong langsung nikah. Kami perlu settle dulu semuanya, ngatur hidup masing-masing aja susah, boro-boro mikir hidup orang lain yakan. Happy dapat gaji dan penghasilan sendiri, saya memanfaatkan untuk : jalan-jalan! Eh.. keterusan sampai sekarang. haha! Jujur jalan-jalan itu addicted banget *nggak baik, jangan ditiru. Jadi kalau ditanya uang kerja beberapa tahun itu kemana? Jawabnya nggak tahu kemana karena saya selalu pakai untuk memuaskan batin saya yang fana ini *penting untuk pikiran yang lebih sehat.
Nah, cowok saya ini kebetulan juga demen banget jalan-jalan. Pernah saya baru pulang dari Singapura, lusanya sudah harus terbang lagi ke Lombok karena cowok saya terlanjur cuti jalan-jalan. Yasudahlah ya mau bagaimana lagi (badan luar biasa capek tapi seneng kok!) Kebetulan waktu itu tempat kerja saya enak dan mudah banget kalau masalah cuti, jadilah gaspol aja tanpa rem jalan-jalannya *duuhh bahaya bener ni
Kembali ke pertanyaan "kenapa kok nggak nikah-nikah?" Problem pertama hadir waktu saya sudah kerja di Jogja. Namun cowok saya harus training di Jakarta selama 6 bulan. No big deal lah ya, Jakarta-Jogja doang. Tapi itu adalah LDR pertama kami. Biasanya kami ini tidak terpisahkan. Makan bareng, jalan-jalan bareng, kemana-mana bareng, sampai hal remeh kaya service atau cuci motor ya kudu banget dianterin. Udah kaya lem sama perangko (ceilah). Jadilah perpisahan itu menjadi hantaman besar dan cukup keras bagi keadaan psikologi kami berdua. Tapi mau bagaimana lagi, demi masa depan yang lebih cerah, kami akhirnya menempuh jalan LDR.  6 bulan berlalu, saya memutuskan cari pekerjaan yang lebih dekat sama keluarga saya di Jawa Timur (karena saya cukup kesepian seorang diri di Jogja), dan bertepatan dengan diterimanya saya di salah satu kampus di Surabaya, pada saat bersamaan, eh lha kok ndilalah cowok saya juga dapat SK penugasan kerja di Gombong, Jawa Tengah - yang mana lebih deket ke Jogja. Lagi-lagi pilihan sulit. Tapi kami memilih mengutamakan karir - demi masa depan cerah dan jenjang karir gemilang - mumpung masih muda kalau kata orang-orang tua.
Awal-awal LDR (yang sesungguhnya) walaupun masih dalam satu pulau, Surabaya-Gombong memang cukup berat. Benar kata orang, bahwa selain pada saat pernikahan, rasa haru paling tulus, serta pembuktian perasaan paling nyata dan jujur adalah pada saat perpisahan di bandara atau stasiun - atau terminal *you named it. Tidak terhitung berapa kali saya sempat mbrebes (tenan iki lek!) di bandara atau stasiun waktu pisah sama cowok saya (ciee). But it's true gaess,, the feeling.. you can't lie. Ritme kerja Senin-Jum'at tentu memaksa kami hanya bertemu pada saat weekend, itupun ndak bisa sering-sering karena tentu faktor budget yang harus diperhitungkan dan dipertimbangkan. Pernah sekali saya nangis kuenceng banget sehabis pulang dari nganter doi ke stasiun. Di jalan naik motor itu udah gak sesenggukan lagi, tapi nangis kaya abis nonton drama Korea yang super sedih! Untung saya pake masker mulut, jadi gak kelihatan, tapi ya kaca helm jadi burem gitu. Ya cukup sekali itu, lain-lainnya biasanya sih cuma nyesek-nyesek doang, atau kadang ya mbrebes tadi. Yah mungkin pas nangis bombay itu didukung pada saat saya PMS juga kali *alibi, makanya perasaannya jadi over begitu, merasa melas dan hyungalah kok nelongso.
Tanpa disadari, tahun 2017 adalah tahun ke-4 kami menjalani LDR. Tentu selama itu banyak sekali cobaan dan kendala yang terjadi, gak usah disebutkan kayaknya semua pasangan pasti mengalami. Bedanya ini long distance relationship, jadi agak sedikit beda dan lebih spesial lagi penanganannya. Oke untuk hubungan LDR ini diperlukan sifat serta sikap yang :
- tidak manja alias mandiri, bukan bca *hmm
- bisa dipercaya
- jujur
- berkomitmen
- mampu mengkomunikasikan maksud dengan baik, jelas, dan gamblang
- mampu menyisihkan waktu untuk saling berkomunikasi


Memang kata orang, untuk hubungan LDR komunikasi itu penting. Dan kenyataannya, komunikasi itu memang amat sangat penting apalagi buat hubungan LDR seperti saya yang sudah berjalan beberapa tahun ini. Awal-awal saya ini adalah tipe cewek yang manja minta ampun. Jadi ya syock berat kalau apa-apa jadi sendiri. Nyari makan beserta makannya harus terbiasa sendiri, service motor sendiri, ke bengkel sendiri, ngurus pajak sendiri, apalagi nyuci baju, ya pasti sendiri *hmm. Tapi seiring berjalannya waktu, saya semakin tumbuh menjadi gadis yang mandiri (hoho). Dah, pokoknya intinya sekarang jadi lebih bisa handle dan act cool in this kamvret long distance relationship.
Balik lagi ke ulasan 'mengapa saya kok gak nikah-nikah?' Hmmm.. ada beberapa alasan krusial (terutama menyangkut dari diri saya sendiri). Selain belum siap secara batin untuk melepas masa lajang, saya tetap merasa usia lah yang menjadi penentu keputusan untuk menikah (walaupun banyak yang bilang jangan nikah karena faktor U) tapi kan tetep aja umur itu faktor nomor satu. Walaupun sudah bekerja, saya merasa belum siap secara mental dan finansial untuk menjadi seorang istri, seorang ibu, membina rumah tangga, mendedikasikan hidup saya untuk suami - ngurusin dia, ngurus rumah, ngurus keuangan keluarga, membesarkan beberapa orang anak. Terkadang kalau dipikir-pikir lagi, saya bisa tambah males tuh nikah kalau udah mikirin yang begituan. Selalu kepikiran, "ih enak lajang, bebas nggak ngurusin siapa-siapa, uang ya dipakai-pakai sendiri, bebas kemana-mana", dan keunggulan-keunggulan lainnya. Yah sebenarnya bagi saya, cinta itu bukan segalanya. Semakin dewasa gini, saya semakin sadar kalau kemapanan finansial adalah segalanya. Eh tapi gak boleh gitu! Jangan ditiru ya! Ini pikiran yang salah kaprah pokoknya! Karena semakin tua nanti, pasti saya membutuhkan anak cucu untuk merawat saya dikala udah usia senja nanti. Pasti sepi sekali rasanya nggak punya suami, anak menantu, dan cucu untuk diajakin bercanda. Toh tujuan hidup kan semata-mata bukan buat nyari uang doang. Yha!

Saya masih ragu untuk menikah karena masih bingung memikirkan keluarga saya nanti bagaimana. Secara calon suami kerjaannya pindah-pindah, gak bisa menetap di satu kota. Sedangkan saya kerja di Surabaya. Masak pacaran udah LDR, nikah masih LDR juga? (yaelah) Kadang gemas juga kalau ada pikiran kaya gini. Tapi ya itulah yang terjadi, itu kenyataannya. Saya harus milih ikut suami dan kerja seadanya di kota suami, atau tetep ngeyel kerja di Surabaya tapi pisah sama suami dan hidup sendirian di Surabaya *hiks. Pilihan ini yang selalu menghantui. Pilihan yang cukup sulit. Dan sepertinya saya tetap akan memilih bekerja di Surabaya, nggak ikut suami. Karena pada dasarnya saya nggak mau jadi beban suami secara finansial, dan saya pengen tetep kerja walaupun udah nikah nanti, ya bisa buat kesibukan dan tambahan keuangan ya to?

Begitulah sepenggal cuplikan kisah pelik kehidupan yang saya alami *hmm. Saya yakin setiap manusia dan pasangan lain di dunia ini menghadapi kisah uniknya sendiri-sendiri. Jadi kita nggak berhak menjudge seseorang hanya berdasarkan penampilan dan sikap yang dia tunjukkan didepan orang-orang. Semua orang punya kisah sendiri, perjuangan sendiri, dan perjalanan sendiri dalam menjalani fase kehidupannya. Jadi, kita sebagai orang lain dimata dia, ya harusnya menghormati, bukan ikut-ikutan ngejudge. Iya gak gaes? Tuh, saya sudah kupas tuntas betapa peliknya hidup saya *halah. Tapi saya nggak pernah nggerundel bahwa life isn't fair. Tuhan sudah kasih yang terbaik buat saya di berbagai lini kehidupan yang lain. Jadi saya sangat bersyukur, cuma kadang (terutama waktu PMS) selalu galau kenapa LDR saya kok nggak selesai-selesai Ya Tuhan? Hiks
"Jadi, kapan nikah?"













Thursday, December 7, 2017

Terlalu Baper Gara-Gara Nonton Film Anime (?)



"It’s okay if you forget me"
—  
Gin


Saya akan menulis review dari sebuah short (movie?) yang baru saja selesai saya tonton. Sebenarnya sangat jarang saya mau review satu film pendek dalam satu artikel, karena biasanya akan saya jadikan satu aja sama poin-poin pembahasan lainnya dalam satu artikel. Nah kali ini berbeda.

Kenapa berbeda? Pertama, karena sebenarnya review ini tentang sebuah film anime Jepang, bukan live actionnya lho ya. Kedua, film anime ini durasinya lumayan cukup pendek, sekitar 45 menit sudah tamat, nggak ada episode lanjutannya atau part-part lainnya.

Film anime ini berjudul “Hotarubi no Mori e” yang telah ditayangkan pada tahun 2011. Memang tergolong sudah cukup lama. Kenapa saya baru nonton sekarang? Ya tentu saja karena saya ini bukan penggemar anime banget, jadi ya tentu gak update dong tentang dunia per-anime-an. Saya lebih sering disibukkan dengan update dan kemudian disusul dengan marathon drama Korea, mana sempat update anime segala? Nah, bagaimana saya bisa dapat film ini? Referensi film ini pertama saya dapat dari YouTube, nggak sengaja. Jadi saya lagi lihat dan dengerin lagunya Whiteeeen (huruf ‘e’-nya 4) yang judulnya “Ai Uta” dengan video clip bergambar campuran anime-anime gitu dari YouTube accountnya orang Thailand. Iseng saya scroll kebawah, ke bagian komen-komen, nah disitu saya nemu komentar dalam Bahasa Inggris yang menanyakan judul anime di hampir-ending klip musik tersebut. Dan eh dijawab sama usernya pakai Bahasa Inggris *jadi ngerti dong saya. Akhirnya saya cari film anime yang telah disebutkan tersebut, daaann.. ketemu! Lalu, kenapa saya bisa merekomendasikan untuk nonton anime ini? Berikut alasannya :

Karena bikin bapeeerrr seperti drama-drama Korea


Pertama saya nonton itu di jendela Chrome yang saya resize cukup kecil, itupun nontonnya saya tinggal-tinggal sambil ngetik dan ngerjain tulisan. Jadi awalnya saya cuma paham sepotong-sepotong tapi paham lah maksud dan alur ceritanya kaya gimana, tapi ya memang nggak mendetail. Jadilah saya ketinggalan scene penting : “pertemuan pertama Gin dan Hotaru” (tenang, bisa direplay, kan bukan siaran live, hehe). Tapi setelah agak lamaan nonton, kok akhirnya tanpa sadar saya jadi ‘meletakkan’ semua pekerjaan lainnya, dan serius melihat hanya dan hanya kepada film itu tanpa berkedip *halah. Memahami setiap percakapan mereka yang nggak seberapa banyak, dan menonton visual yang ditampilkan secara keseluruhan. Disitu saya mulai terkagum-kagum dengan jalan ceritanya yang sebenarnya ringan namun tetap menyentuh. Ditambah lagi film ini genrenya romance fantasy, jadilah mata saya semakin membelalak lebar. Mau diceritain ceritanya nggak? Hmm.. garis besarnya aja yaa..

Jadi Hotaru adalah seorang gadis kecil yang sedang liburan ke sebuah pedesaan tempat pamannya tinggal. Si Hotaru ini biasanya datang berkunjung setahun sekali ke tempat pamannya di liburan musim panas. Suatu ketika dia main ke hutan, dan tersesat. Disana dia ketemu sama satu sosok makhluk (berbentuk manusia : cowok remaja) yang memakai topeng kucing menutupi seluruh wajahnya. Memang agak aneh sih, ada cowok remaja yang dihutan sendirian, pakai topeng kucing lagi. Dan awalnya Gin (nama cowok itu) cuma ngintipin Hotaru dibalik pohon. Saking senangnya Hotaru ditemukan manusia, Hotaru pengen memeluk penyelamatnya tersebut, dan lucunya, kepalanya si Hotaru langsung digethok pakai ranting kayu sama Gin. haha!

Gin versi pakai topeng

Singkat cerita, setiap tahun Hotaru datang ke hutan tersebut untuk mengunjungi Gin. Mereka jadi sahabatan gitu deh. Gin sih ngaku kalau dirinya itu sebenarnya adalah salah satu Roh Hutan. Trus dia bilang kalau pakai topeng kucing ya biar kelihatan beneran kaya Roh Hutan, bukan manusia biasa *errr. Gin sebenarnya adalah bayi yang ditinggalkan dihutan, kemudian ditemukan oleh beberapa Roh Hutan. Diasuh dan dibesarkan oleh para Roh Hutan, lama-lama Gin jadi seperti mereka. Kelemahannya hanya satu, kalau sampai dia tersentuh oleh manusia, maka dia akan menghilang. Menghilang dalam artian lenyap tak berbekas jadi angin. Dan itulah sebabnya Gin sama Hotaru nggak pernah pegangan. Mereka pakai kayu, atau kain yang dililitkan di tangan satu sama lain.

Cerita mulai memasuki ranah-ranah rawan baper waktu Hotaru menyadari kalau dia akan bertambah tua, sedangkan Gin enggak. *asli ini film ngingetin sama Twilight banget, mana ada salah satu scene yang mereka lagi main di rerumputan trus gelosoran lihat matahari di padang savana gitu, mirip banget kan?? Nah jadi lambat laun Hotaru ini datang ganti-ganti seragam, dari SD (baju main), sampai seragam SMP, trus seragam SMA. Intinya semakin tumbuh dewasa.

Trus ya gitu deh benih-benih cinta mulai tumbuh diantara mereka berdua. Dan kalau penasaran sama endingnya, nonton aja. Nggak lama kok, cuma 45 menit. Dijamin baper berat!

Karena main lead actornya ganteng (?)

Gin versi buka topeng
Ya memang tokoh Gin hanya berupa gambar, tapi kita diajak penasaran banget kaya gimana rupa Gin dibalik topeng kucingnya. Daaann ternyata.. Ganteeeenngg bangett!! Rambut warna putihnya mirip punya Inuyasha, trus yaa pokoknya ganteng!

Ada beberapa scene yang waktu dia buka topeng, dan itu precious bangeeet!! Soalnya jarang banget dia mau buka topengnya. Trus ada adegan yang bikin baper waktu Gin buka topeng, trus topengnya dipakein ke Hotaru. Aigooo.. salah satu scene terbaik!


Karena ceritanya anti mainstream dan mampu diselesaikan dalam waktu 45 menit saja


Dalam 45 menit, film ini sudah bisa menjabarkan cerita dari awal sampai akhir, mulai dari pengenalan tokoh (ya tokohnya emang nggak banyak sih), hingga cerita inti dan ending. Yah, endingnya emang bikin nyesek, tapi yah.. sabar dan ‘yaudahlah ya’ adalah perasaaan yang tertuang di akhir cerita. Jujur, saya mengharap banget bakal ada part 2 atau episode selanjutnya. Tapi nyatanya : TIDAK ADA. Saya ulangi ya gaess : tidak ada. Hiks, itu yang bikin sedih. Pengen ceritanya lebih lama, lebih banyak lagi scene mereka ngedate, trus kisseu. Tapi satu yang bisa saya bilang, adegan pelukan di film ini merupakan adegan ‘pelukan terbaper’ sepanjang masa. Oke, pelukan di film ini adalah adegan terbaper nomor satu, dan adegan terbaper nomor dua adalah kisseu-nya. Huhuu.. Aku terluka.. Karena nggak ada adegan kisseu seindah sekaligus se-nyebelin itu, bikin gemes!

Cerita film ini bener-bener ringan, minim konflik, minim penokohan, tapi ceritanya simple namun tetap bagus, indah, dan magis. Komplit dan lengkap, komposisinya pas dan sudah sesuai. Cuma sayangnya ya itu, durasinya cuma bentaar banget. Hiks










“Time might separate us some day. But until then, let’s stay together.” -  Hotaru Takegawa 


Kesimpulan : film anime ini daebak jjang! Karena walaupun berbentuk dan berwujud anime, alias cuma hasil gambar, bukan diperankan oleh akting manusia asli, tapi sudah cukup sukses bikin baper beratt..! Dengan durasi yang cukup singkat, namun film ini sangat worth to watch. Nggak rugi deh beneran nonton ini, kecuali endingnya kamu jadi baper berat trus sebel-sebel sendiri seperti saya ini. Haha. Saya sih merencanakan pengen nonton lagi dari awal tanpa berkedip, cuma saya masih ketakutan : ketakutan baper lagi, takut hati terluka, dan tidak siap menghadapi kenyataan yang menyakitkan. Saya adalah team yang gak mau nerima kenyataan karena lihat endingnya. Dan team yang mendukung adanya film part dua.