Tuesday, April 11, 2017

Pilihan-Pilihan dalam Hidup


Apa kalian termasuk orang yang sering pindah rumah? Hmm.. mungkin bukan rumah, kost-kost an mungkin? Atau pindah kontrakan? Ya setidaknya memindahkan banyak barang dari satu lokasi tinggal ke tempat tinggal yang lainnya. Berapa kali sudah kalian lakukan?

Jika orang yang telah terbiasa hidup nomaden atau menganut gaya hidup merantau pasti sudah sangat amat kenyang dengan 'ritual' pindahan ini.

Eh tunggu-tunggu, jangan menganggap remeh pindahan lho! Karena sekali mengalami, pasti sudah tahu bagaimana rasanya. Ya, ribet banget.

Kebetulan sejak awal kuliah saya memutuskan hidup terpisah dari kedua orang tua, merantau ke Yogyakarta. Bisa dibilang saya ini anak mama yang apa-apa tinggal menggantungkan ke orang tua saja. Nah, perpindahan ini pastinya memaksa seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri.

Kegalauan selalu hadir dan muncul dalam pikiran, dan itu berulang-ulang kali. Apa iya? Jadi nggak ya? Apa ini keputusan yang tepat? Begitu terus sampai kepalamu benar-benar pening.

Kegalauan itu juga melanda saya, tentu. Keputusan mengambil kuliah jauh-jauh antar provinsi membuat saya harus benar-benar berpikir 100 kali. Tapi saya pikir yasudahlah kalau tidak dicoba bagaimana mau tahu hasilnya? Dan akhirnya dengan kenekatan tersendiri, saya memutuskan kuliah jauh-jauh dari Jawa Timur, dimana saya disana, sendirian saja!

Untunglah saya masih memiliki beberapa teman dan kakak angkatan yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri, dan juga berkuliah disana. Merasa sangat terbantu dengan kehadiran mereka. Perasaan tinggal sendirian, seorang diri di kota orang itu sangat kesepian. Untunglah perasaan ini tidak berlangsung lama, karena saya bertemu dengan banyak teman-teman kuliah lain dan kesibukan kuliah yang cukup menyita waktu.

Kesimpulannya, selama kurang lebih 5 tahun saya hidup di Jogja, saya merasa amat sangat betah! Bahkan sempat mempertimbangkan untuk memiliki rumah disana. Haha.. Eh banyak lho anak perantauan yang lulusan Jogja berpikir demikian. Jogja itu amat sangat nyaman, suasananya, orang-orangnya, semuanya sudut-sudut kotanya membuat nyaman dan betah. Tapi sebenarnya itu jebakan buat saya sendiri, karena rasa nyaman itu sebenarnya nggak akan membawa saya kemana-mana juga.



Apa sih yang saya cari dalam hidup kecuali improvement sedikit demi sedikit demi mencapai goals-goals hidup? Dan alasan inilah yang membuat saya mengambil keputusan meninggalkan kota tercinta.. Yogyakarta. Ya kenyamanan itu sangat berbahaya, dan saya harus keluar dari zona nyaman saya secepatnya.

Saya memilih kota Surabaya, sebuah ibukota yang tidak seramai Jakarta. Di Surabaya persaingannya jelas ada dan nyata, namun masih tidak seekstrem kota Jakarta. Inilah yang membuat sebagian orang di Surabaya termotivasi untuk bekerja dan berbisnis dengan lebih baik lagi dengan persaingan yang sehat dan ketat, termasuk saya. Saya merasa tertantang dengan ritme kerja yang jauh berbeda sekali dengan yang dulu.

Memang sedikit syock dan merasa ketinggalan, tapi tentu semua penyesuaian memerlukan waktu agar sedikit demi sedikit bisa settle di kota baru dengan baik. Ini bukanlah sebuah kendala, namun justru sebuah tantangan. Tinggal kita mau dan siap atau tidak menerima tantangan ini.

Kembali lagi ke soal pindahan, ya bisa dibayangkan bagaimana ribetnya kan? Berawal dari Jawa Timur ke Yoyakarta, kembali lagi pindah ke Jawa Timur. Luar biasa rasanya. Namun inilah yang saya namakan perjalanan hidup. Ini bagian dari resiko pilihan yang telah saya ambil. Ini adalah jalan yang harus saya lalui. Inilah pilihan saya, dan inilah takdir yang telah saya pilih untuk saya jalani.

Hidup adalah seputar bentuk pilihan-pilihan yang harus diambil. Ya, hidup memang seperti itu, terlepas dari apapun itu pilihannya. Seseorang yang saya kenal pernah berkata bahwa seberapa seringnya kamu berdoa minta petunjuk, semua akan kembali lagi ke keputusan kita sendiri. Berdoa hanya mencari ketentraman dan ketenangan hati, bukan untuk diyakinkan atau dipilihkan yang ini, atau yang itu. Pilih saja yang menurutmu benar, tenang saja, kalau salah, pasti deh nanti ditunjukkan sama Tuhan. Nah, dari kesalahan itu, kita akan tahu dan membuat alternatif pilihan lain dimana nanti disana kita akan dihadapkan dengan pilihan-pilihan berikutnya. Bagaimana? Luar biasa kan hidup ini, penuh dengan teka-teki dan pilihan.

Berangkat dari sana saya menjadi yakin dengan pilihan saya, karena kalaupun jalan yang saya ambil salah, pasti akan ditunjukkan kok salahnya dimana. Sekarang tinggal nyali ini siap untuk mencoba atau tidak. Tentu saja kita juga akan dihadapkan dengan tantangan lain seperti adaptasi dengan lingkungan baru, orang-orang baru, dan keadaan yang baru. Bagi sebagian besar orang, hal ini merupakan tantangan tersendiri. Begitu pula dengan saya. Meninggalkan zona nyaman untuk mencoba hal-hal baru yang sepenuhnya masih misteri dan tersembunyi, siap untuk kita explore lebih lanjut. Ibaratnya kita meninggalkan jalan raya yang sudah biasa kita lewati setiap harinya dan memilih jalan alternatif masuk ke dalam hutan dengan jalan sempit yang terjal. Tapi, mana tahu kita kalau dibalik jalan terjal ini nantinya bermuara pada jalan raya lain yang lebih lebar atau bisa juga lebih kecil dibandingkan dengan jalan raya yang telah kita tinggalkan sebelumnya.



Semua pilihan berada dalam diri kita masing-masing. Tergantung kita siap atau tidak, dengan resikonya, dengan keuntungannya, dengan kemungkinan-kemungkinannya, dengan peluangnya, dengan resikonya, dan dengan kesiapan diri serta batin kita sendiri. Apakah kita mampu melawan keinginan stay di satu tempat nyaman untuk waktu yang lama, atau menggoda diri kita sendiri untuk mencoba hal baru yang siapa tahu bisa lebih baik atau juga tidak lebih baik.

Semua tergantung dari diri kita sendiri, bukan dari orang lain. Menggantungkan keputusan hidup pada orang lain hanya akan membuat keterbatasan dan mengekang kita untuk membuat pilihan-pilihan dalam hidup. Pilihan-pilihan kita tersebut menjadi dibatasi dan lenyap karena kita sudah dipilihkan sebuah jalan serta pilihan yang sudah dipilih oleh orang lain. Kalau seperti itu, dimana asyiknya? Setiap orang belajar dari setiap kesalahan yang dilakukannya kok. Itu sudah hukum alam tanpa seorang pun harus mengajarinya satu sama lain. Tidak ada orang yang pernah melakukan suatu kesalahan, di kemudian hari akan melakukan kesalahan yang sama. Selagi masih muda, lakukan banyak hal, coba berbagai hal, rasakan berbagai macam kegagalan, trial and error. Karena setelah melewati fase itu, kita akan tahu langkah apa yang harus kita ambil dan pertahankan untuk masa depan. Jadi, kalian sedang berada dalam fase hidup apa? Pilihan-pilihan apa yang harus kalian ambil?









Thursday, April 6, 2017

Logan oh Logan.. Riwayatmu Kini


Siapa disini yang selalu ngikuti film-filmnya X-Men? Tentu sudah sangat familiar dengan tokoh Logan. Saya ini memang tergolong bukan fans setianya Marvel Comic, tapi saya menikmati film-filmnya. Saya juga nggak menolak kok film-film bikinannya DC. Hehe

Terus terang saya ini bingung jalan ceritanya X-Men dan Wolverine yang dibolak-balik, maju-mundur, entahlah setahu saya pokoknya yang main itu ya namanya Logan. As simple as that. Haha. Ya sejauh ini saya memang nonton semua film-filmnya Logan, ya Wolverine, ya serial X-Men. Tapi yang paling saya ingat dan saya sukai adalah X-Men the Last Stand, X - Men : Days of Future Past, X - Men : Apocalypse, dan yang terakhir ini, Logan.

Hugh Jackman sih sudah bilang kalau ini film terakhirnya sebagai Wolverine / Logan. Sedikit syock dan sedih, tapi ya mau bagaimana lagi.

Nah, saya ini walaupun nggak ngerti-ngerti amat, tapi tetap ngikuti filmnya Wolverine / Logan dari awal (walaupun akhirnya banyak yang kelupaan gimana alur ceritanya). Nah, jadi di film Logan ini saya merasakan emosi yang cukup berlebihan, apalagi ketika melihat endingnya. Akhir dari seorang Logan...

Di awal film saya sudah cukup terkejut dengan penampilan Logan yang terlihat tua dan berumur. Film Logan ini memang menceritakan akhir dari kehidupan mutan di masa depan, setelah Days of Future Past. Dimana semua mutan telah meninggal, dan hanya tersisa Logan dan Charles Xavier ini. Logan juga telah kehilangan banyak kekuatannya, tidak sekuat dulu, dan bahkan tidak memiliki kemampuan menyembuhkan diri secepat dan seefektif sebelumnya.

Logan harus menyembunyikan dan merawat Charles Xavier dengan bantuan seorang mutan asli bernama Caliban. Logan terpaksa menjadi supir untuk memenuhi kehidupannya, serta membeli obat untuk Charles. Charles sendiri sih sudah tua banget, sudah sering pikun / menderita Alzheimer, yah khas orang tua seperti itulah. Mereka bertiga tinggal di sebuah tempat kecil di pinggiran kota.

Hingga akhirnya datang seorang perempuan bersama seorang anak kecil bernama Laura yang meminta bantuan Logan untuk diantarkan ke suatu tempat. Usut punya usut ternyata Laura juga memiliki adamantium didalam tubuhnya. Mereka bilang Laura ini sebenarnya anaknya Logan, dimana gen nya Logan ini disuntikkan secara paksa kepada seorang perempuan, kemudian hamil dan melahirkan Laura.


Laura

Laura menjadi semacam anak percobaan untuk penelitian dan pengembangan mutan-mutan Nathaniel Essex. Dia harus melarikan diri ke suatu tempat bernama Eden, yang diyakini ada beberapa mutan yang bermukim disana, dan tempat itu adalah tempat yang aman.

Film Logan pun menceritakan perjuangan Logan dan Laura melarikan diri dari kejaran para cyborg dan orang utusan Nathaniel Essex yang ingin menangkap Laura. Disini saya dapat merasakan sekali perjuangan dan kesakitan yang dialami Logan. Dimana tidak ada seorangpun yang bisa membantunya, dia harus membantu dirinya sendiri. Bahkan disaat kekuatan dan kemampuan pemulihan dirinya sudah sangat berkurang. Walaupun si Laura ini juga bisa bertarung, mempertahankan diri, dan memiliki Adamantium bahkan di bagian kakinya, tapi ya namanya anak kecil kan yah kekuatannya tidak sepadan dengan beberapa orang dewasa yang terlatih. 
Laura dan Adamantium nya

Saya kagum sekali dengan Laura ini, kecil-kecil tapi sudah keren begitu. Gimana dewasanya nanti ya? Hehe. Nah kebalikannya Laura, Logan benar-benar terlihat seperti 'The Old Man Logan'. Sedih banget lihat Logan seperti itu. Dimana kebanyakan kan kalau sudah tua, inginnya santai-santai, menikmati sisa hidup jauh-jauh dari teror, dan hidup damai. Tapi tidak dengan Logan. Dia harus lari, menyelamatkan Laura, dan membawanya ke Eden dengan aman dan selamat.

Pukulan pertama datang ketika Logan palsu datang dan membunuh Charles Xavier. Disini saya tiba-tiba teringat semua kenangan dan perjuangan Charles, sekolahnya, murid-muridnya, semua terpampang nyata dan saya langsung flashback ke cerita-cerita dia sebelumnya. Sedih.. luar biasa. Oh Professor Charles...
Charles Xavier yang menderita Alzheimer

Sedikit gembira karena Laura berhasil bertemu teman-teman mutan lainnya hasil eksperimen Essex dan mereka melarikan diri bersama-sama menuju Eden. Tapi ada satu hambatan terakhir, yaitu final battle yang terjadi di akhir film. Ya tentu saja ada, padahal saya sudah berharap tidak usah ada saja. Haha.. tidak mungkin sih.

Endingnya tentu saja seperti yang sudah ditebak semua orang, Logan meninggal. Inilah akhir dari seorang Logan. Jujur ini adalah salah satu adegan yang sangat emosional dan menguras air mata serta perasaan bagi fans setia Logan. Kalau mengikuti X-Men dan Wolverine sejak awal, pasti dapat merasakan gelombang emosi yang mendalam terhadap tokoh Logan / Wolverine ini.


Old Man Logan

Begitu pula saya, rasanya ketika dia meninggal, seluruh filmnya langsung flashback terbayang di pikiran saya. Logan.. oh Logan.. Harus begini ya endingnya? Harus begini ya akhir dari seorang Logan itu? Kenapa mereka tidak sukses ke Eden bersama-sama dan Logan bisa meninggal disana dengan tenang dikelilingi teman-teman dan generasi mutan baru lainnya? Ah.. semua ini terlalu sedih. Tapi merupakan ending yang cukup epic untuk film Logan.

Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian juga merasakan kesedihan yang mendalam setelah menonton film Logan?


---------------------
Title : Logan
Year : 2017
Cast : Hugh Jackman, Patrick Stewart, Dafnee Keen
Director : James Mangold
Writers : James Mangold, Scott Frank, Michael Green
Genre : Action, Drama, Sci-Fi
Duration : 2 hr 21 min
Rated : R
Productions : Marvel Entertainment, TSG Entertainment
Distributed by : 20th Century Fox
---------------------







LIFE : Film yang Membuat Sebal dan Marah-Marah



Bagaimana perasaan paling umum yang kalian rasakan setelah selesai nonton sebuah film? Sedih? Senang? Takut? Kecewa? Marah? Sebal?

Saya pernah merasakan gabungan antara marah dan sebal. Seriously iya, saya pernah mengalaminya. Dan baru sekali itu. Bisa kalian tebak filmnya apa? Ya, LIFE.

Film besutan sutradara Daniel Espinosa ini telah sukses berat membuat saya sebal setengah mati. Keluar dari bioskop yang ada cuma perasaan nggondok, mangkel, dan bersungut-sungut. Hah, it's really ruin my day!

Kita mungkin telah dimanjakan dengan kejutan-kejutan yang biasa dihadirkan film dengan tema luar angkasa. Sebut saja Interstellar, Gravity, The Martian, The Passenger, dan yang sedikit agak beda adalah The Space Between Us yang menggabungkan romance dengan sci-fi, yah boleh juga. 

Satu lagi film bertema luar angkasa yang menggugah saya ingin menonton adalah Life, selain bertema luar angkasa, film ini juga dibintangi oleh aktor-aktor kesukaan saya seperti Jake Gyllenhaal dan Ryan Reynolds (Deadpool).

Film ini menghadirkan sebuah misteri yang perlahan-lahan berujung sebagai teror. Yaitu tentang cerita 'kelahiran' makhluk luar angkasa yang berasal dari Planet Mars yang dinamakan Calvin oleh para penduduk bumi. Makhluk ini merupakan penemuan terbesar NASA dan bisa dianggap sebagai suatu keberhasilan. Kapal luar angkasa yang 'menampung' Calvin ini berada tidak jauh dari bumi. Disana para astronauts berusaha memecahkan misteri dari Calvin ini.

Cerita berjalan cukup smooth di awal, penonton berhasil diajak bertanya-tanya tentang apa dan siapakah Calvin ini. Sampai seberapa besar dia dapat tumbuh, apakah dia friendly, ataukah malah berbahaya.

Dan tipikal sebuah film, tentu pasti ada seseorang yang 'bertugas' sebagai 'the stupid guy'. Ya kalau nggak begitu kan filmnya juga nggak bisa berjalan dengan epic, iya kan? Nah, di film Life ini juga sudah pasti ada seseorang yang 'bertugas' sebagai sumber penyebab segala masalah yang terjadi, terlepas dari ulah si Calvin itu sendiri.

Nah, sejak Calvin mulai 'membuat ulah', dari situlah film ini tidak berhenti menghadirkan unsur ketegangan yang mencekam dan menakutkan. Ada saja ulah Calvin yang membuat penonton deg-deg an dan berharap para astronauts ini bisa segera berhasil 'melumpuhkan' Calvin. 
David Jordan

Secara garis besar, film ini memang bercerita tentang bagaimana para astronauts berusaha untuk melawan Calvin. Begitu sebaliknya, Calvin yang tidak diketahui jahat apa tidak ini, hanya menuruti instingnya untuk bertahan hidup sebaik dan selama mungkin. Nah, siapa yang harus disalahkan?

Calvin bisa dianggap sebagai makhluk yang sangat pintar dan cepat beradaptasi serta mudah mengerti dengan teknologi yang diciptakan manusia. Dia dapat dengan cepat belajar, memahami, dan mengakali pesawat buatan NASA ini, sehingga menciptakan tantangan lawan tersendiri bagi para astronauts.

Yang mengherankan adalah kematian di awal Rory Adams (Ryan Reynold). Saya menyangka dia akan menjadi 'the last three' sesuai dengan yang ada diposter film. Secara mengejutkan dialah yang malah mati pertama kali di film ini. Padahal perannya sangat krusial.

Secara keseluruhan film ini menceritakan bagaimana astronauts berusaha sebaik mungkin, dengan cara apapun, untuk mengalahkan Calvin. Dan bisa saya bilang cukup menegangkan. Banyak adegan-adegan yang membuat menahan napas dan deg-deg an. Tapi ya itu, garis besarnya ya pokoknya melawan-gagal-melawan lagi-gagal lagi, begitu seterusnya. Hingga mengakibatkan satu per satu awak pesawat meninggal dengan cara yang berbeda-beda, semua demi melindungi penduduk Bumi dan mencegah Calvin mencapai atmoster dan tentu saja Bumi itu sendiri.

Disitu saya sudah mulai sebal, kok bisa-bisanya, manusia pilihan-pilihan tersebut habis akal dan tidak bisa melumpuhkan satu makhluk luar angkasa tersebut? Dampaknya, si Calvin ini dari cuma sebesar jempol jari hingga mencapai besarnya ikan pari bertentakel. Dari mulai berwarna transparan, hingga berkulit coklat kehitaman, tidak ada satupun usaha astronauts yang sukses untuk membinasakannya. Alih-alih mati, Calvin ini malah semakin besar dan semakin besar saja sepanjang film. Hih, gregetan!


'Little' Calvin

Oh ya, cara-cara Calvin 'melumpuhkan' lawan-lawan manusianya juga tidak bisa dianggap biasa saja. Cara-caranya sangat mengerikan, ada yang masuk ke organ tubuh manusia melalui mulut, ada yang menyedot daging dan darah dengan cara 'membalut' tubuh rapat-rapat hingga meremukkan tulang, dan lain sebagainya. Bisa bayangkan bagaimana menegangkannya film ini?

Hingga akhirnya di akhir film, astronauts yang tersisa menggunakan satu-satunya ide terakhir yang bisa mereka pikirkan untuk menyingkirkan Calvin selama-lamanya, dan menjauhkannya dari Bumi. Jujur saja besar harapan saya, cara ini akan sukses mengingat berbagai cara yang dilakukan sebelumnya telah gagal dan mengakibatkan korban jiwa. Jadi ketika hampir mendekati ending film, saya berpikir akhirnya.. film ini happy ending juga. Masak iya manusia kalah melawan makhluk luar angkasa satu biji doang begitu? *wah, menyepelekan sekali* Haha. Dan akhirnya saya mendapat balasan setimpal akibat pikiran saya ini. Ya, apalagi kalau bukan rencana yang tidak sukses?

Alih-alih membeku di luar angkasa, si Calvin ini malah mendarat mulus di perairan laut Bumi. Bukankah air adalah sumber kehidupan? Apalagi ini air laut. Nah makan manusia saja Calvin ini bisa sebesar ikan pari yang sudah besar, bagaimana kalau dia makan ikan paus? Nah sudah, jangan dibayangkan bisa sebesar apa si Calvin. Yang jelas filmnya memang ber-ending menyebalkan seperti ini. Dan itulah yang membuat saya sebal.

Sejak awal film, penonton sudah dikuras perasaannya dengan ketakutan dan ketegangan, sedikit berharap pada ide-ide dan rencana brilian, namun berkali-kali gagal. Nah di rencana pamungkas ini, wajar kan kalau penonton berharap rencana ini bakal sukses? Nah nyatanya tidak. Dan itu yang membuat saya marah dan sebal setengah mati. Mencoba sekeras apapun, eh endingnya tetap gagal total juga. Siapa juga yang tidak sebal?

Tapi kesimpulannya film ini bagus dan sukses dong karena sudah berhasil membuat penonton terkejut dengan endingnya, merasa marah-marah dan sebal, dan akhirnya membuat saya bisa menulis sepanjang ini. Haha. Yah, kembali lagi itu cuma film, jangan biarkan sebuah film mempengaruhi semangat dan mood kalian semua. Kesimpulan saya sih film ini bagus dan berani mengambil resiko dengan memberikan ending yang berbeda dengan kebanyakan film-film bertema luar angkasa lainnya.

Nah, apakah kalian juga tertarik menonton film Life ini? 

---------------------
Title : Life
Year : 2017
Cast : Jake Gyllenhaal, Rebecca Ferguson, Ryan Reynold, Hiroyuki Sanada
Director : Daniel Espinosa
Writers : Rhett Reese, Paul Wernick
Genre : Horror, Sci-Fi, Thriller
Duration : 1 hr 44 min
Rated : R
Productions : Skydance Media, Sony Pictures Entertainment
Distributed by : Columbia Pictures
---------------------









Tuesday, April 4, 2017

Pengalaman Pertama Mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru


Pada tanggal 26 Januari 2013 saya berkesempatan untuk pertama kalinya mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Saya kesana bersama ketiga teman saya. Kami berangkat pukul 23.00 dari rumah, kami melaju menuju Kota Malang, dan sempat beristirahat sebentar. Biasanya jarak rumah dengan Malang wajar ditempuh dalam waktu 2,5 jam. Tapi kali ini hanya 1 jam saja, faktor jalanan yang sepi karena malam hari, serta teman saya yang kemampuan riding nya cukup spektakuler lah yang menjadi faktor penentu cepatnya perjalanan ini. Kami kemudian melanjutkan perjalanan melewati Singosari, Lawang, Pasuruan, kemudian berbelok ke arah Nongkojajar. Lewat desa itulah perjalanan kami menuju Bromo, jadi tidak lewat Probolinggo karena terlalu memutar nantinya.
Perjalanan ini kami mengandalkan GPS yang dibawa oleh salah seorang temanku. Jadi motor kami di depan, sedangkan motor teman kami berada di belakang. Saat ada belokan, kami tak lupa mengecek GPS terlebih dahulu. Hingga suatu ketika kami ditemukan oleh perempatan, disana ada sebuah mobil polisi. Kami tidak bertanya, dan tetap mengandalkan GPS. Karena salah belok-belok terus, bapak-bapak polisi tadi curiga, karena jam juga sudah hampir menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Dengan sedikit teriakan kami ditanya hendak kemana, jadi kami berhenti dan menjelaskan maksud tujuan kami.
Kabut pagi di Penanjakan Bromo
Arah sebenarnya jika mengikuti petunjuk GPS adalah lurus ke arah gang di depan. Tapi kata bapak polisi itu, belok ke kanan saja mengikuti marka jalan, karena kalau ngambil jalan lurus, akan amat sangat berbahaya dan beresiko (rawan tindak kejahatan) apalagi di malam hari. Jadilah kami berbelok ke kanan mengikuti saran bapak polisi tadi. Untunglah... (inilah kelemahan dari GPS walau sangat akurat dan bisa diandalkan) sepintar-pintar teknologi, kita tetap membutuhkan uluran tangan dan bantuan manusia #PelajaranBerharga. Makasih banyak ya pak :)
Perjalanan kami kedepan sedikit banyak diterpa cobaan. Mulai dari jalanan amat sepi yang berkelok-kelok, naik dan turun, jalan yang rusak dan tidak cocok dengan motor kami, selain itu tidak ada orang satu pun selain kami yang terlihat berkendara di jalan tersebut, serta kabut tebal yang menutup jalanan dan hanya memungkinkan penglihatan dalam jarak 1 meter melihat jalan di depan. Sampai kadang-kadang marka jalan pun sempat tidak terlihat! Masih ditambah dengan udara malam yang dinginnya minta ampun...
Pasir Berbisik
Pernah di suatu jalan, kami berempat galau, apakah mau lanjut atau berbalik arah lewat Probolinggo saja. Karena kondisi jalanan sangat buruk, jalan sangat rusak, kabut tebal, jalan sangat sepi. Hampir saja kami berbalik arah, tapi dengan keteguhan tekad untuk melihat sunrise di Bromo, niat itu urung kami lakukan. Sering juga motor teman kami tertinggal jauh dalam jalanan berkabut yang super dingin itu. Perasaan takut dan kedinginan selalu menghantui sepanjang perjalanan kami. Hiiii...
Sampai pada suatu pos, kami berhenti dan menggunakan jasa penduduk sekitar yang menawarkan jasa mengantarkan. Kami diantarkan hingga hampir jalan masuk ke Bromo. Air di sekitar Bromo sungguh... dingin! Bayangkan, saking dinginnya air itu sampai terasa panas jika terkena kulit... OMG!
Salah seorang suku Tengger yang menyewakan jasa kuda

Sekitar pukul setengah empat pagi (akhirnya) kami sampai ke Bromo dengan aman dan selamat. Cuaca sangat dingin tapi pengunjung membludak baik lokal maupun manca negara. Kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di warung kopi sebelum Penanjakan dan sedikit menghangatkan diri sebentar di sebuah warung tersebut, untuk kemudian melihat sunrise.
Sekitar pukul empat lebih, kami memutuskan naik ke Penanjakan. Disana sudah banyak orang yang menunggu matahari terbit. Waktu sunrise tiba, betapa apesnya saya dan yang lainnya karena sunrise itu.. tertutup kabut!!
Pagi berkabut di Penanjakan Bromo

Saya hanya sempat sedikit melihat sunrise yang masih malu-malu mengintip, sisanya hanya asap putih, yap! Kabut. semua orang sama kecewanya dengan saya pada waktu itu.. Saya berfoto-foto sampai sekitar pukul sembilan di Penanjakan, kemudian berpindah lokasi ke Kawah, yang mana akan melewati lautan pasir berbisik.
Pasir Berbisik
Kami tidak menggunakan jasa jeep, ojeg, maupun kuda untuk bisa sampai ke kawah. Kami hanya bermodalkan motor serta kaki untuk berjalan sampai menuju bibir kawah. Anak tangga yang harus dilalui untuk menuju Kawah sangat... banyak! Panjang! Dan tidak kunjung berakhir! Hooooosshhhh..! Naik ke Kawah membutuhkan perjuangan lebih daripada sekedar niat dan kemampuan. 
Tangga menuju kawah Gunung Bromo

Tapi saat berada di bibir Kawah Bromo, semua rasa capai terbayarkan lunas. Pemandangannya sungguh luar biasa! Sampai pada saatnya saya dan kawan-kawan harus pulang pada pukul 11 siang, rasanya berat melangkahkan kaki meninggalkan tempat tersebut... ya, semoga kita segera bertemu lagi, Bromo :)
Saya dan teman-teman di Bromo

Oh ya, ada yang lupa kuceritakan. Kebanyakan penduduk Bromo (Suku Tengger) disana, yang perempuan pasti menyelempangkan selembar kain di tubuhnya. Sedangkan bapak-bapak disana sering menggunakan sarung yang tetap diselempangkan juga di badannya. Dalam perjalanan pulang, saya juga menemui, bangunan rumah dan desa di sana sungguh unik. Rumah-rumah dibangun diatas tebing, dan rumah tersebut tidak ada yang memiliki cat berwarna putih. Semua berwarna-warni, dan sangat indah jika dilihat dari kejauhan.

Rumah Berwarna-warni di kawasan Bromo

Jadi, apakah kalian juga sudah mengunjungi kawasan Nasional Bromo Tengger Semeru? Cerita yuk!