Friday, January 26, 2018

Destinasi Anti Mainstream di Bali


Halo para pembaca, ini adalah cerita jalan-jalan saya ke Bali pada Bulan Februari 2016. Memang sudah agak lama, tapi saya yakin isi ceritanya bisa bersifat lifetime, hehe. Nah, bagi yang pengen jalan-jalan ke Bali tapi males ke destinasi yang itu-itu aja, semoga curhatan cerita saya ini bisa menjadi inspirasi baru ya!
Agar lebih mudah, saya akan mengemas cerita ini langsung dalam bentuk itinerary, jadi kamu yang ingin kesana-kemari di Bali tapi masih kebingungan ngatur jadwalnya, bisa copy-paste aja deh itinerary berikut ini. Sips

Day one :
Saya sampai di Bali sore hari karena insiden pesawat yang delay agak kebangetan. Dan yah, karena sampai Bali susah sangat laper, maka dari bandara saya langsung meluncur ke Nasi Tempong Indra (itu satu-satunya tempat makan bebas pork yang saya familiar dan enak *pada saat itu) yang berlokasi di jalan Dewi Sri. Oh ya harga makan disini tergolong menengah ke atas ya, harganya bisa sedikit premium tergantung komposisi lauk yang dipilih. Selain lauknya yang banyak variasi, yang paling penting adalah sambelnya. Hmm..  pedeeeesss nya nendang banget gak ada tandingan *eh banyak ding tandingan sambelnya di Surabaya, hihi
Abis makan saya jalan muter-muter daerah Denpasar sebentar, itung-itung pengenalan medan biar agak hafal gitu lah. Dan yah, akhirnya kesasar dan malah nyampek ke Kuta, haha. Tapi disana saya nggak mampir, cuma nglewatin aja. Trus karena bingung mau kemana, dan udah malem, akhirnya perjalanan berakhir di toko oleh-oleh Krisna. Nice!
Day two :
Tari Barong
Rencana utama hari kedua ini adalah nonton pertunjukan Tari Barong, dan menurut info, daerah yang terkenal sebagai pusat pementasan Tari Barong ya di daerah Batubulan, Gianyar. Menurut maps sih lumayan deket juga sama daerah Sukawati. Sampai sana saya agak bingung karena banyaknya sanggar kesenian yang menampilkan pementasan Tari Barong (sebelumnya saya sudah booking and paid tiket via online di salah satu sanggar pementasan). Nah, masalahnya adalah, di tiket tersebut gak dikasih tahu alamatnya dengan jelasl. Sehingga saya tanya bapak polisi yang kebetulan lagi patroli didaerah situ. saya diantar ke Tari Barong Sila Budaya (baik bener pak). Usut punya usut, ternyata bapak tersebut mengharapkan beberapa tips (ealaaah). Untung waktu itu saya nggak ‘ngeh’ sama situasi, jadilah bapak itu tetap nggak-dapet-apa-apa-walaupun-mengharapkan. Hahaha.. maap ya pak! Piss
Pementasan Tari Barong lumayan bagus, inti cerita pementasan ini adalah tentang hal baik melawan hal buruk yang tidak pernah berkesudahan dan akan tetap terus ada sepanjang masa. Saya juga kagum sama penari perempuan yang menari khas Bali itu (luwes banget!). Cuma yang bikin saya paling sedikit takut adalah Barongnya. Dengan visual besar dan mata belo’, ngeri deh (walaupun dia sebenernya tokoh baik). Ya, agak serem aja gitu lihatnya, apalagi saya duduk kursi paling depan sendiri di tengah.
Next destination adalah Desa Adat Penglipuran di Bangli. Namun dalam perjalanan kesana, saya melewati sebuah Pura yang lumayan ramai oleh pengunjung. Akhirnya saya mampir. Sebelum masuk Pura, harus pakai Kamen dulu (kain adat khas Bali untuk upacara dan hal-hal adat lainnya). Nama Pura ini adalah Batuan Temple atau Pura Batuan. Cuma di dalam Pura luas banget ternyata areanya, bagus dan magis.
Pura Batuan
Puas berjalan-jalan dan berfoto di dalam Pura, saya kembali melanjutkan perjalanan ke Desa Adat Penglipuran. Desa ini adalah pionir desa adat di Bali, yang sekaligus dijadikan sebagai tempat wisata. Keren banget tempatnya. Kalau kesini, benar-benar merasa seperti “Bali banget”. Mulai dari suasana, rumahnya, jalan depan rumah, semua Instagramable banget. Hhee.. Tidak jauh dari desa ini, ada semacam hutan bambu, tempat wisata juga. Mungkin karena sudah sore, tempat ini cukup sepi, dan hanya saya pengunjung yang mampir kesitu. Sehingga saya tidak begitu mengeksplore hutan bambu ini secara lebih jauh lagi.

Desa Adat Penglipuran
Hutan Bambu Penglipuran
Untuk rute pulang, saya mengambil jalan kearah Pura Gunung Kawi. Ya, destinasi saya berikutnya adalah Pura Gunung Kawi. Salah satu situs yang terdaftar sebagai warisan dunia (wow!). Sebelum sampai disana, saya mampir (karena melewati) ke Pura Tirta Empul, semacam tempat pemandian suci. Karena saya sedang tidak berminat untuk basah-bahasan, jadi saya cuma mampir untuk makan siang disana. Ketika sampai di Pura Gunung Kawi, saya harus memakai kain yang dililit di pinggang sebelum memasuki area Pura. Kemudian sebelum memasuki area Pura, harus mencipratkan semacam air suci dari dalam sebuah kendi. Tidak disangka, perjalanan menuju Pura tersebut ternyata harus melewati ratusan anak tangga. Alamaakk.. cobaan macam apa pula ini?? Nah, waktu menuruni ratusan anak tangga itu, lutut saya sudah bergetar-getar hebat. Nah bagaimana naiknya nanti ya? Mari kita pikirkan belakangan saja. Haha.. Tapi benar saja, waktu naik ratusan anak tangga tersebut, tiada kata apalagi kalimat yang bisa terucap, hanya deru napas memburu yang sekuat tenaga dikontrol agar dengan seirama. Fiuhh
Namun perjuangan naik turun ratusan anak tangga tersebut kalau boleh dibilang sih sangat worth it ya. Sampai di area Pura, saya melihat sebuah keajaiban dunia kalau boleh dibilang. Pura ini sungguh amat sangat KEREN!! Dengan tebing yang diukir menyerupai candi-candi. Mirip seperti situs Angkor Wat di Kamboja. Masuk ke situs ini bener-bener langsung merasa magis, damai, dan jiwa bisa merasa tenang banget. Nggak tahu juga ya kenapa. You should go there guys, yakin ini 100% saya rekomendasikan banget!
Kemegahan Pura Gunung kawi
Pulang dari Pura Gunung Kawi, saya melewati Pasar Seni Sukawati di Gianyar, dan mampir sebentar buat lihat-lihat aja. Cuma karena sudah sore, jadi toko-toko sudah banyak yang tutup. Saya melanjutkan perjalanan ke arah Denpasar, dan malam harinya saya sempat meet up dengan salah satu sahabat saya yang sekarang bekerja dan menetap di Bali. Saya bertemu di sebuah cafe bernama Gosha Kitchen and Pattiserie, di Jl.Tukad. Lumayan oke juga cafenya, dan menunya juga lumayan enak. Bisa dicoba ya gaess..
Sop Buntut

Day three :

Hari ketiga merupakan hari tergalau saya. Saya pergi ke Sanur pagi-pagi karena berniat untuk menyeberang ke Nusa Lembongan dan Ceningan. Namun karena hari tersebut bertepatan dengan Hari Raya Kuningan, banyak persewaan kapal yang libur/tidak beroperasi. Adapun biayanya lumayan tinggi (400rb untuk 1 orang pulang-pergi naik public boat). Wah.. belum lagi nanti penginapan dan transportasi nanti di Lembongan. Akhirnya saya mengurungkan niat untuk menyeberang, dan akhirnya pagi hari itu saya habiskan untuk leyeh-leyeh saja di Sanur menikmati mentari pagi. Aseeekkk..
Menjelang siang hari, saya berputar-putar mencari persewaan mobil. Dan akhirnya dapat di bandara! Destinasi berikutnya saya memilih yang agak jauh, yaitu Ubud! Horeee… Nah, sampai Ubud sudah siang menjelang sore. Saya berputar-putar untuk mencari Monkey Forest atau Sangeh, you named it guys. Dan dalam perjalanan kesana, saya menemukan sebuah Pura yang lagi-lagi sangat ramai dikunjungi wisatawan. 

Kawasan Pura di Ubud

Akhirnya saya mampir kawasan Pura tersebut dan menempuh daerah Pura itu dengan berjalan kaki saja. Pura disini sangat banyak sekali, tinggal nyebrang jalan, jalan dikit ke kiri, kanan, semua Pura. Keren juga nih. Nama-nama Pura nya diantaranya adalah Ubud Palace, dan Saraswati Temple. Di Ubud ini saya juga melewati Don Antonio Blanco Museum yang isinya semacam galery lukisan, cuma saya nggak mampir.
Peta Monkey Forest Sangeh
Setelah puas melihat-lihat Pura Ubud Palace, akhirnya sampai juga saya ke Monkey Forest. Waktu itu biaya masuknya sekitar 40ribu per orang. Keren tempatnya, banyak pohon-pohon yang rindang dan besar. Ada jembatan diatas sungai, mata air suci, banyak monyet liarnya juga. Overall semacam kerajaan monyet jaman dulu yang berlokasi di hutan. Mirip kaya Mirkwood di film Lord of the Rings. Haha.. Bagi yang suka LOTR sangat disarankan untuk berkunjung kesini, biar bisa foto ala-ala lagi nunggu Legolas gitu deh. Haha! Pulangnya saya lewat Lodtunduh, itu lhooo… lokasi yang sering disebut-sebut di film Perahu Kertas. Akhirnya saya bisa lihat Lodtunduh juga secara langsung. Dan beda sih menurutku sama film (yah namanya juga film, neng!)
Sangeh Monkey Forest
Pulang dari daerah Ubud, saya melewati Goa Gajah (cukup terkenal juga kalau kalian search di Google). Cuma saya nggak mampir karena sudah sangat kesorean. Saya ada satu destinasi tujuan yang paling utama malam ini, yaitu Jimbaran. Haha.. saya mau dinner romantis gitu disana (cieee). Oh ya, yang saya rekomendasiin itu resto seafood Jimbaran yang dideket Four Season Resort ya. Semua masakan seafoodnya itu enak-enak kualitas oke punya!! Menu yang paling aku rekomendasi adalah “udang prawn goreng mentega”. Kalau kesana harus banget pesen menu yang itu. Menteganya itu kerasa banget, meleleh asin-asin gimana gitu waktu dimakan. Ahh~~~ jadi pengen makan lagi deh!
Day four :
Pura Ulundanu, Batur

Hari keempat saya mau jalan-jalan bareng sahabat saya di Bali. Jadi saya sengaja mampir ketempatnya dulu di daerah Mengwi. Setelah itu saya galau mau kemana. Secara dia sudah lama juga di Bali, semua destinasi kebanyakan sudah pernah kan, mainstream buat dia. Nah akhirnya saya memutuskan ke Utara Pulau Bali, bukan ke Pantai Lovina. Lah, terus kemana dong? Ke Desa Trunyan! Beneran ini destinasi anti mainstream nomor satu dalam list! Desa ini terkenal dengan makam adatnya yang tidak mengubur mayat orang yang sudah meninggal, namun hanya meletakkannya diatas permukaan tanah. Desa Trunyan adalah desa yang berada di dekat Danau Batur dan Gunung Batur.
Sebelum sampai di Desa Trunyan, saya mampir ke Pura Ulundanu Batur yang kebetulan memang sejalan. Pura ini terletak diatas danau Batur. Udara disini juga cukup dingin karena dibelakang Pura saya sudah bisa melihat secara langsung penampakan Gunung Batur dan Danau Batur. Wow! Pemandangannya sungguh sangat amazing! Di Pura Ulundanu Batur, tiket masuk per orang adalah 35k, kemudian masih banyar Kamen (20k per orang), dan masih lagi bayar biaya guide yang wajib. Puranya sangat bagus dan sangat sakral. Waktu itu lagi ada upacara, jadi saya menempatkan diri dengan sopan dan menghormati upacara tersebut.
Upacara di Pura Ulundanu, Batur
Perjalanan saya lanjutkan ke Desa Trunyan. Desa ini adalah desa terakhir setelah melewati Desa Panelokan dan beberapa desa lainnya (lupa namanya). Dulu, akses ke Desa Trunyan hanya bisa diakses melalui jalur Danau Batur dengan kapal dari sebuah desa sebelum Desa Trunyan. Namun sekarang sudah dibangun jalur darat sampai ke Desa Trunyan. Cuma yah.. baca blog post ku selanjutnya soal Desa Trunyan dan Makam Desa Trunyan ya :)

Danau Batur

Masyarakat Desa Trunyan

Di Desa Trunyan, akhirnya saya memutuskan untuk menyewa kapal tradisional desa setempat dan menyeberang ke makam Desa Trunyan! Yang bikin tambah creepy, saya tuh nyebrangnya menjelang Maghrib!
Lagi-lagi baca kisah selengkapnya soal cerita ini di blog post selanjutnya ya.. Hehe. Nih, saya kasih sneak peak fotonya.
Pintu Masuk Makam Trunyan

Karena letaknya yang cukup jauh, jadi hari keempat di Bali ini saya habiskan dengan hanya berkunjung di area Kintamani. Kembali ke Denpasar sudah sangat malam, dan saya malah makan malam di KFC (oke ini nggak keren karena cukup mainstream).
Day five :
Hari kelima adalah hari terakhir saya di Bali. Saya masih sempat sarapan di Ayam Penyet Surabaya di Jalan Tuban yang deket banget sama Ngurah Rai Airport. Rasanya hampir mirip sama favoritku di cabang Jogja. Akhirnya saya mampir lagi ke Krisna karena masih punya waktu sekalian mengisi amunisi oleh-oleh. Dan yak, lagi-lagi pesawat saya mengalami delay yang luar biasa. Dari jadwal awal yang seharusnya saya yang pulang duluan daripada partner saya, eh malah jadinya saya yang pulang lebih akhir daripada dia. Ngeselin banget kan ditinggal sendirian di airport. Namun hal yang paling saya takutkan adalah naik pesawat! Mana sendirian lagi. Duh.. padahal dulu saya nggak begini lho.. Cuma sejak ada insiden kecelakaan pesawat tujuan Surabaya-Singapore itu, saya jadi sangat phobia naik pesawat. Jadi kalau lihat awan bergerombol itu bawaannya keringat dingin, pucet, sesak nafas, deg-deg an, kompleks deh, nggak karu-karuan rasanya. Untung syukurlah perjalanan aman dan lancar (walaupun disertai banyak guncangan karena turbulensi) dan saya mendarat di Juanda Surabaya airport dengan aman, selamat, tidak kurang sesuatu apapun Alhamdulillah.. Thanks banget untuk sponsor saya (partner), karena sebenarnya trip jalan-jalan ini adalah hadiah ulang tahun saya dari dia. Saya jadi bisa mengunjungi banyak tempat keren anti mainstream di Bali yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Nah kalau kalian, pengalaman jalan-jalan anti mainstream di Bali kemana aja nih?







0 comments:

Post a Comment

Add Coments Below :