Thursday, January 4, 2018

Highlight Film Surat Cinta untuk Starla


*tulisan ini dibuat bukan untuk menjelek-jelekkan pihak-pihak tertentu, bukan untuk mengkritik hasil karya seseorang, saya juga bukan haters aktor tertentu, ini murni hasil pemikiran saya sendiri tanpa ada influence dari orang lain. Mon maap yaa kalau ada yang merasa tersinggung*

Belakangan ini saya mendadak menjadi ABG (sebelumnya apa ya mbak?) hal ini dikarenakan saya mengagumi sosok aktor pendatang baru di dunia perfilman Indonesia. : Jefri Nichol. Berawal dari keisengan nonton Dear Nathan, saya mulai menyukai sosok Jefri Nichol. Dimana selain tampan, actingnya juga not bad. Okeh! Akhirnya saya berambisi nonton semua film-film dia. Salah satunya film Pertaruhan. Disitu saya masih gak kecewa sama actingnya Nichol. Oke lanjut, film-film dia yang lain sayangnya saya masih belum sempet nonton. Dan yang terbaru ya ini, dia memerankan sosok Hema dalam Surat Cinta untuk Starla. Saya sungguh berambisi lihat Nichol sampai bela-belain nonton tuh film di bioskop! Sungguh edan!

Beberapa waktu lalu, saya sempet ketemu tweet nya Ryu Deka (@ryudeka) yang bikin sinopsis film suka-suka dia. Dan dia bikin sinopsis film ‘Surat Cinta untuk Starla’ dalam bentuk tweet. Saya sih untungnya bacanya setelah selesai nonton film, jadinya ya nyambung dan ngerti maksud dia apa dan yang mana, haha! Oh ya, ‘Surat Cinta untuk Starla’ adalah film pertama saya di tahun 2018 *penting ya? Oke setelah baca tweetnya Ryu Deka, hal pertama yang dilakukan tentu saja ngakak! Abis selesai, saya setuju abiss sama sinopsis dan opininya. Tapi kali ini saya hanya akan sedikit membahas first impression saya soal film ini (karena kan udah dibahas Ryu Deka, lebih lengkap dan lebih lucu). Saya hanya ingin menambah beberapa poin dari sudut pandang saya plus mengajak netijen untuk berpikir mana film-film apa yang worth it buat ditonton di bioskop dan mana film yang cocok ditonton dari download an rumah aja. Oh ya, filmnya yang khusus Indonesia aja ya gaess


Highlight film Surat Cinta untuk Starla


Jadi seperti kata Ryu Deka, ‘namanya juga filleemmmm’ *kemudian ditimpuk sutradaranya* jadi saya mencoba legowo dengan jalan cerita film Surat Cinta untuk Starla. Karena jika seandainya tak pikirin bener-bener, saya bisa ngamuk-ngamuk gak jelas. Bukan karena endingnya yang bikin gemayy.. tapi karena jalan cerita dan alur film itu sendiri. Oke, untuk lebih jelasnya, akan saya highlight aja sebagai berikut :
  • Actingnya Nichol oke, tapi acting lawan mainnya gak imbang *saya bukan hatersnya Caitlin Halderman ya gaes. Menurut saya malah masih bagusan actingnya Amanda Rawles *halah malah polling. Acting dia itu kaya cuma kebanyakan nyengir-nyengir gak jelas, manja-manja, ketawa, tapi kaga ada penghayatannya sama sekali *sorry to say.
  • Jalan ceritanya terlalu ringan dan ya, FTV banget. Jadi ya serasa nonton FTV yang ditonton di layar lebar. Selain itu, jalan ceritanya predictable, drama banget, terkesan memaksakan, banyak humor yang tidak pada tempatnya, serta konflik yang juga dipaksakan. Film ini memang cocok ditonton sama anak-anak SMP atau SMA awal-awal gitu lah, gak cocok ditonton cewek mateng kaya saya *tua maksudnya ya mbak? uhuk
  • Ini penting gak penting, tapi ganggu mata banget. Jadi soal selera fashionnya pemain utama perempuan. Ya saya memang gak tahu anak muda heits dan kekinian jaman now itu fashionnya musti kaya gimana. Tapi yang saya tahu tetap ada batasan sopan dan gak sopan. Jadi di pemeran utama perempuan ini kemana-mana selalu pakai baju super minim, bahkan ke rumah tante pacarnya pakai hotpants dong. Alamaakk.. ya saya tahu, menghighlight kakinya biar kelihatan semakin jenjang *pliss.. Semua artis cewek blasteran Indo kakinya juga panjang-panjang semua kaga perlu ditonjolin begitu deh ah. Pokoknya kan ya gak perlu pakai baju sependek itu sepanjang film kelesss *kaya gak punya baju lain aja dek? Gak tahu ya kalau cowok-cowok mungkin pada keranjingan. Tapi kalau penonton perempuan sepanjang film disuguhi kaki dan paha yang hampir kelihatan pant*tnya? Eneg dan ganggu mata banget *heran kok kaya gini malah lulus sensor. Jujur saya jadi gak enjoy sama filmnya, dan kehilangan esensi film karena pemilihan fashion yang tidak diperhatikan kaya gini.
  • Oh ya, soal humor. Nah humor ini *mon maap mungkin ini opini pribadi saya yang jadi terlalu baper. Spoiler. Jadi kebanyakan humor di film ini ditempatkan pada sosok atau scene yang ada bapak polisinya. Di film ini, aparat itu digambarkan secara fisik adalah sosok yang gendut, larinya lelet, gak bisa nangkep orang dengan cepat, terkesan blo’on, mudah ditipu, tidak tegas, dan santai saja sama aturan. Polisi itu gak semuanya seperti yang digambarkan dalam film tersebut. Sekarang mah jamannya polisi muda-muda, cogan, dan pada punya roti sobek semua tauk! Tapi, banyak orang menganggap adegan-adegan yang melibatkan bapak polisi ini lucu, tapi bagi sebagian orang termasuk saya : tidak lucu sama sekali. Jadi ada beberapa adegan yang melibatkan bapak polisi yang membuat seisi bioskop terpingkal-pingkal, namun tidak bagi saya. Saya tidak tertawa apalagi sampai terpingkal, karena bagi saya lucu saja tidak. Humornya sama sekali tidak menggelitik, malah menyinggung. Jadi permisi, lucunya disebelah dimana ya? Sebenarnya humor kan bisa dibuat tanpa mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Kenapa hanya bapak polisi disini yang dibuat seperti badut hanya untuk memaksakan masukin unsur humor di dalam film?

Secara keseluruhan dan kesimpulannya, tidak ada hal lain yang membuat saya bertahan duduk di kursi penonton selain karena Jefri Nichol. Tidak lawan mainnya, tidak jalan ceritanya, tidak apapun juga. Acting Nichol sebenernya bagus, dan dia bisa jadi actor besar nantinya asal gak salah pilih film. Tapi saya gak tahu ya, pengalaman nonton yang gak enak ini hanya kejadian cuma di saya atau orang lain juga mengalami, kurang paham. Tapi waktu saya nonton, bioskop memang penuh sampai 3 row di depan *maklum masih minggu pertama penayangan. Penonton didominasi sama gank ciwi-ciwi ABG yang sebentar-sebentar cekikikan, beberapa sejoli-moli yang selalu milih kursi di pojok-pojok (?) hmmmm, dan surprisingly 5 kursi yang penuh diisi gank cowok-cowok yang berada tepat di row belakang row kursi saya *haha.. Nonton film apa p*ha aktrisnya nih mas?

Film yang cocok di tonton di bioskop yang kaya gimana dong?


Jujur saya ini jarang banget nonton film Indonesia di bioskop. Kalau gak karena pemainnya, ya biasanya karena ceritanya baru saya mau bela-belain nonton di bioskop. Ada beberapa film yang menurut saya layak banget ditonton di bioskop, mereka antara lain adalah :
  • Ada Apa dengan Cinta (cerita dan pemain)
  • Kartini (cerita dan pemain)
  • Critical Eleven (cerita dan pemain)
  • Pengabdi Setan (cerita)


Apa lagi ya? Haha.. kok dikiit banget! Yaampun.. Mon maap. Saya ini memang jarang banget ke bioskop buat nonton film Indonesia *jangan ditiru. Tapi saya gak pernah menyesal, karena terbukti film-film yang telah saya tonton ini memang layak banget buat ditonton di bioskop. Apalagi yang pualing-paling bikin saya baper seminggu abis nonton itu adalah ‘Critical Eleven’. Gak heran karena diangkat dari novel best seller. Tapi bagi saya yang belum baca novelnya, saya amat sangat cukup puas dengan acting para pemainnya yang bikin tahan napas! So intense! Karena acting para pemainnya gak perlu diragukan lagi, cerita dan konfliknya ringan tapi cukup dekat dengan kejadian sehari-hari *itu yang bikin film ini bagus dan terasa nyata banget, setting tempat yang indah-indah itu anggap aja bonus. Banyak sekali pesan hidup, pesan moral, dan hal-hal penting dalam hidup yang terkandung dalam film Critical Eleven. Pokoknya film ini 10 dari 10 dah buat saya. Super duper keren dan menyesal seandainya gak ditonton di bioskop. Untuk pertama kali saya nonton itu gak banyak bicara bisik-bisik/diskusi sama partner nonton. Kami berdua sama-sama fokus sama alur cerita yang disajikan, dari awal sampai akhir. Film ini begitu penuh, kaya gak ada adegan yang bersifat filler sama sekali. Dan begitu keluar bioskop, kami berdua baper selama seminggu penuh *eh saya aja ding yang baper seminggu, cowok mah jaim kalau dibilang baper.




Film kedua yang keren banget dan perlu ditonton adalah Pengabdi Setan. Ini saya gak lihat pemainnya, tapi penasaran sama ceritanya. Dan dibanding ceritanya, sebenarnya pengambilan gambar dan visual lebih unggul dalam film ini. Sepanjang nonton dari awal sampai akhir, Joko Anwar sama sekali gak ngasih kesempatan buat penonton buat atur napas dan leha-leha! Kaga ada santai-santainya nih film, bikin deg-deg an terus! Cocok banget buat ditonton bareng-bareng se-gank di bioskop, jadi teriaknya bisa barengan sebioskop, mantap tuh.

Etika orang nonton di bioskop



Pikiran ini saya share karena pengalaman yang saya dapat setelah nonton film ‘Surat Cinta untuk Starla’. Jadi saya ingat banget waktu itu saya duduk dimana : row 4 dari depan, kursi nomor 3 dari kanan (masih inget juga nontonnya tanggal 2 Januari 2018). Mungkin karena minggu awal penayangan, jadinya ya masih heboh. Seperti yang sayang bilang, penonton kebanyakan didominasi sama ciwi-ciwi sekitar usia SMP-SMAan gitu. Sebagian kecil diisi sama cowok-cowok yang pada nobar, dan 30% couple-couple lucuk unyu-unyu manjah. Salah satunya duduk tepat disebelah kanan saya. Jadi saya kan nomor 3, jadi dua kursi kanan saya diisi sama couple yang so sweet ini. Kenapa so sweet? Karena walaupun lampu bioskop dimatikan, saya masih bisa lihat jelas dengan ekor mata karena row saya kan termasuk depan, jadi masih kesorot sama lampu dari layar, bahwasanya si cewek sebelah saya ini pakai dress super minim *mirip yang dipake Starla kemana-mana. Nah, menurut pantauan ekor mata saya *bukannya saya kepo, tapi kelihatan banget! Bahwasanya si cewek ini nempel manjah gitu ke cowoknya yang berada di sudut. Gak sekali dua kali mereka ketinggalan jalan cerita film karena.. Sibuk cipokan! Masya Alloh.. Anak siapa ini??!! Belum puas cipokan, si cowok berinisiatif melukin ceweknya yang udah nempel kaya abis dipakein lem Alteco ke cowoknya. Jadi pergerakan pelukan tangan cowok ini terpantau oleh ekor mata elang saya yang duduk tepat di sebelahnya. Iri? Kaga!! Jijik dan super eneg iya! Belum lagi si perempuan membalas dengan cara berinisiatif ‘menangkringkan’ kedua kakinya ke kursi depan yang memang kebetulan kosong (row nomor 3). Tau deh pikiran si cowok ini kemaren girangnya kaya gimana, disodorin kaki telanjang yang atasnya cuma dipakein rok gemes tanpa tutup apa-apa kaya gitu. Haduh… sudah sudah astaghfirullah.. Mari kita jangan teruskan pembicaraan ini.


Nonton di bioskop memang berarti harus siap untuk tenggang rasa. Karena kan sudah jelas kita gak nonton sendiri, melainkan berbanyak, gak saling kenal pula. Aturan pertama dan umum yang udah jelas tentu gak ngomong kenceng (kecuali filmnya lucu atau nakutin jadi ketawa atau teriak bareng gpp), gak nyalain hp (bunyi dan cahayanya ganggu banget off course), gak naikin kaki ke kursi depan, gak juga jedug-jedugin kaki ke kursi depannya, dan yang terakhir ini baru saya temui : jangan cipokan di bioskop! Jangan kaya orang susah deh, kencan dan cipokan di bioskop cuma karena penerangannya yang gelap. Apalagi ini bioskop dalam keadaan rame dan penuh. Tentu bisa bikin orang di kursi sebelah jadi gak nyaman ya kan? Bertingkahlah seperti manusia dengan otak yang sudah pernah disekolahkan sebelumnya. Bioskop itu tempat nonton film, bukan buat tempat mesum. Setuju?








0 comments:

Post a Comment

Add Coments Below :