Hi bride to be!
Kali ini Saya akan share apakah mitos menjadi Bridezilla sebelum pernikahan itu beneran nyata dan benar adanya, atau kah tidak. Well yah, ulasan ini berdasarkan pengalaman pribadi Saya sendiri sih. Jadi ini murni opini Saya, Saya tidak tahu menahu apa yang terjadi pada pasangan calon pengantin lainnya.
Mitos Bridezilla
Jadi apa sebenarnya Bridezilla ini? Banyak calon pengantin khususnya perempuan yang mengalami hal ini (yaiyalah. Kalau cowok mah namanya groomzilla! haha) Nah, Saya nggak tahu juga sih kalau dari sisi cowok, belum interview suami Saya *ciee. Tapi yang jelas kalau dari sisi perempuan, ya, Saya mengalaminya. Like.. a lot, haha.. Banyak banget moment-moment ketika Saya mengalami menjadi seorang Bridezilla. Bridezilla adalah suatu istilah yang merujuk pada keadaan dimana bride to be merasa marah atau sebal atas suatu kejadian khususnya dalam hal mengurus atau mempersiapkan pernikahan yang membuatnya mengamuk atau uring-uringan nggak jelas. Ya ini definisi menurut pendapat pribadi Saya sendiri. Untuk definisi lebih lengkap dan lebih jelasnya, bisa cek wikipedia ya girls. Intinya sih Saya merasa tidak mudah puas, terutama dalam hal mempersiapkan segala macam bentuk persiapan pernikahan ini. Saya menjadi lebih perfeksionis dan mudah kecewa dengan sesuatu jika tidak sesuai dengan apa yang Saya inginkan. Oke supaya lebih jelas, Saya akan mencoba menjelaskan wedding dream yang Saya inginkan terlebih dahulu, dan kemudian kenapa Saya bisa uring-uringan.
Ekspektasi VS Realita
Sebagai seorang perempuan yang belum pernah menikah, pasti punya wedding dream masing-masing kan. Nah iya, sama, Saya juga. Kebetulan hal pertama yang ingin Saya lakukan pada pernikahan itu nggak bisa dilaksanakan sesuai dengan yang Saya rencanakan. Jadi pada awalnya, Saya ingin seluruh prosesi menikah dilakukan selama satu hari, dari pagi sampai sore atau malam nggak masalah. Cuma ya satu hari saja, dan di satu tempat. Namun karena beberapa hal, akhirnya keinginan Saya ini nggak bisa terwujud, dan harus dipisah baik hari akad dan resepsi, serta tempatnya. Dari sana saja sebenarnya Saya sudah sedikit kecewa. Berkali-kali pertanyaan ‘ini yang nikah siapa, yang ribet siapa, yang ngatur-ngatur siapa’ itu terus sliwar-sliwer di kepala Saya yang luar biasa bandel ini *hih, jitak.
Intinya setelah berperang dengan batin dan diri Saya sendiri yang perfeksionis, apalagi ini masalah pernikahan sekali seumur hidup, oke Saya mengalah terhadap keadaan. Dengan lapang dada Saya menerima keputusan akhir bahwa pernikahan Saya nantinya akan diselenggarakan terpisah tanggal akad dan resepsinya, dan begitu pula dengan tempat perhelatannya *halah. Oh ya, perlu Saya jelaskan, waktu itu banyak pihak yang turut membantu terlaksananya proses pernikahan Saya, selain Pak Penghulu dan para vendor tentunya. Yup, tak lain dan tak bukan, keluarga Saya yang memiliki andil paling besar dalam membantu Saya mempersiapkan pernikahan. Well, kami bagi-bagi tugas sih lebih tepatnya. Jadi pekerjaan rasanya lebih ringan dan sudah ada PIC-nya masing-masing gitu lho. Ibu dan Ayah Saya yang mengurus acara dirumah, yaitu acara akad, sedangkan Saya dan kakak Saya lebih banyak memusatkan pikiran pada mengurus acara resepsi. Saya dan pasangan juga diberi tanggung jawab untuk menentukan lokasi serta tanggal resepsi. Sebuah keputusan yang tidak mudah juga karena menyangkut keluarga kedua belah pihak, menyangkut kerjaan dan cuti kedua kantor / perusahaan tempat kami bekerja, serta menyangkut banyak faktor lainnya.
Mungkin sedikit banyak itulah penyebab-penyebab Saya menjadi seorang Bridezilla-jelang pernikahan. Karena tentunya percekcokan dan beda pendapat dengan berbagai pihak itu tidak bisa dihindari mengingat banyaknya hal yang perlu dipersiapkan. Untungnya keluarga dan pasangan Saya cukup sabar-sabar dalam menghadapi Saya, ketika Saya sedang menjelma menjadi seorang Bridezilla. Hahhaa.. Oh ya, macam-macam lho sikap dan reaksi Bridezilla itu, kalau Saya sih selain uring-uringan, tentu disertai dengan tangisan drama. Wahahaha~ sungguh amat sangat memalukan kalau diingat-ingat lagi.
Faktor Penyebab Bridezilla
Jadi, apa saja sih faktor yang menyebabkan Saya menjadi seorang Bridezilla? Seperti dirilis dari laman dispatch melalui pengamatan yang sungguh teliti, ternyata ada beberapa garis besar alasan. Dan berikut adalah beberapa alasannya :
- Susahnya mencari banyak vendor yang bagus dan sesuai dengan budget disaat waktu yang amat sangat mepetKalau diingat-ingat lagi, dua acara besar dalam waktu dua bulan bisa membuat siapa saja menjadi gila, eh nggak ya maksudnya sedikit hilang akal dan efek samping lain yaitu pikiran kosong. Eh tapi itu benar lho, waktu mempersiapkan acara ini, sering Saya jadi cuma bengong aja saking bingungnya karena harus mikirin banyak hal. Selain itu tanggung jawab kerjaan kantor juga nggak boleh sampai keteteran kan, itulah sebabnya Saya jadi gampang banget bad mood kalau ditanyai orang-orang soal persiapan nikah. Banyak expert yang ngasih saran ini-itu, tapi ntar endingnya kan Saya yang make decision, Saya yang keluar duit, dan Saya yang nikah juga. Jadi kadang Saya mikir kenapa juga mereka yang memaksakan pendapat, ngeyel dan repot. Hal simple kaya gitu kadang udah sukses bikin Saya uring-uringan seharian.
Balik ke poin utama, susah lho nyari vendor yang benar-benar tepat dan sesuai dengan yang kita inginkan. Mana bukan cuma satu vendor lagi. Belum lagi membandingkan vendor A, B, C, dan lain sebagainya. Tentunya yang sesuai budget dan hasilnya, yah not so bad lah. Belum lagi nyocokin sama jadwal mereka, soalnya kadang kan salon dan MUA jadwalnya pada padat-padat, mana udah mau masuk bulan puasa biasanya banyak pasangan yang mau nikah. Tapi untunglah masalah vendor untuk acara akad dirumah bisa dihandle dengan baik dan more less drama. Mungkin cuma kurang printilan kecil-kecil namun nggak bisa disepelekan. Misal : beli balon dan merpati buat diterbangin, nyetak foto buat dipajang didepan rumah, dan detail-detail lainnya *ah elah, sepele banget sist! haha
- Sering emosi gak bisa dihindari
Saran itu penting, tapi terkadang kebanyakan saran juga bisa bikin pusing dan marah-marah lho. Haha.. belum pernah melakukan bukan berarti nggak punya pengetahuan sama sekali kan? *ciee. Nah pernikahan tuh sama. Banyak orang kasih saran ini-itu, menganggap itu adalah saran yang terbaik. Tapi kita sebagai pihak yang mau nikah tentu punya pertimbangan dan penilaian sendiri kan dalam mengambil keputusan? Bukan berarti belum pernah itu sama sekali nggak punya dasar pengetahuan apa-apa. Saya juga udah sering kok baca-baca blog soal wedding, persiapannya butuh apa aja. Dan bahkan Saya juga install beberapa aplikasi di handphone untuk mempersiapkan pernikahan. Jadi setidaknya Saya juga ada sedikit bayangan lah ya, mau dibawa kemana konsep acara nikahnya nanti. Tapi terkadang ada beberapa orang yang semacam ‘nggak terima’ kalau idenya nggak dipakai, jadi ya sedikit memaksakan juga. Kadang Saya kalau udah jengkel dibegituin, pingin banget ngomong ‘yaudah nikah aja sendiri, pakai konsep yang kamu bilang tadi. Mon maap permisi, ini nikahan Saya bukan situ’. Cuma karena adat ketimuran yang mengedepankan sopan santun, baiklah kalimat tersebut hanya Saya ucapkan lantang didalam hati saja. haha
Kapan Menjadi Bridezilla?
Oke pertanyaan berikutnya, sebenarnya kapan sih tepatnya menjadi seorang Bridezilla? Well kalau dalam pengalaman yang Saya alami sih kira-kira di awal-awal merencanakan acara nikah ini ya. Jadi ya setelah ‘ketok palu’, ada masa tenang satu sampai dua hari, baru kemudian muncullah berbagai macam pembicaraan kompleks lengkap dengan permasalahannya. Haha
Kalau Saya memang ‘waktu tenangnya’ nggak bisa lama-lama ya girls, soalnya kan cuma dua bulan lagi menuju hari H. Jadi ya nggak bisa santai-santai banget juga. Dan, untungnya juga, resepsi akan dilaksanakan 1 bulan setelah akad. Jadi ada tambahan waktu buat mikir lagi sih soal acara resepsi ini (mengurangi kebotakan kepala).
Biasanya kalau sudah mendekati hari H, yang ada cuma mempersiapkan diri, dan banyak-banyak berdoa supaya lancar. Sudah less drama karena kebanyakan semua sudah settle dan beres, cuma tinggal pelaksanaannya. Jadi mendekati hari H pernikahan, sudah nggak begitu banyak terjadi fenomena Bridezilla dalam diri Saya.
Cara Mengatasi Moment Saat Menjadi Bridezilla
Nah, sahabat blogger yang baik dan budiman, nggak lengkap rasanya kan kalau Saya ngoceh panjang lebar tapi nggak bagi-bagi tips soal mengantisipasi atau menghindari jadi Bridezilla ini. Eh tapi sebagai catatan, penting untuk diketahui bahwa nggak semua pasangan calon pengantin yang mengalami Bridezilla ya. Bahkan malah ada yang adem ayem aja, nggak ada cekcok, dan ada juga malah yang mengalami Bridezilla pada saat hari H. Kalau yang ini Saya mengalami juga sih, tapi sedikit. Nanti Saya ceritain selengkapnya di blog post lainnya ya.
Nah, jadi, apa aja nih caranya supaya menjadi Bridezilla ini bisa dihindari? Ini adalah beberapa tips dari Saya ya, girls!
- Dukungan keluarga yang menguatkan
Jadi kalau Saya, peran keluarga itu berarti banget. Walaupun pada kenyataannya, mereka yang paling sering jadi sasaran amukan Saya. Hehe. Jadi ngamuknya itu nanti sifatnya cuma sementara aja kok, ntar kalau udah reda, kita pasti akan balik lagi ke mereka buat ngomong baik-baik. Karena, siapa lagi sih yang kita punya selain keluarga yang dengan tulus tanpa pamrih ngebantuin kita? Pokoknya, semarah apapun kita, ingat jangan sampai ada adegan drama kabur dari rumah, dll. Selain kekanak-kanakan, itu juga nggak akan menyelesaikan masalah, malah nambah masalah. Keluarga adalah tempat kita selalu kembali seberapa jauh pun kita melangkah *wagelaseeehhh - Banyak-banyak sabar
Kalau lagi banyak pikiran, selalu ingat untuk sabarin aja dulu, diredam emosinya. Kalau sudah nggak panas, baru ngomong. Jangan membalas omongan orang pada saat kita masih emosi. Ntar malah jadi rumit masalahnya dan nggak ketemu-ketemu jalan keluarnya - Rajin berdoa dan meditasi / menenangkan diri
Nah ini sepele tapi penting banget. Berdoa itu memberikan ketenangan batin yang nggak bisa kita cari kemanapun. Jadi emang cuma Tuhan yang mampu memberikan rasa yakin, rasa lapang dada, rasa ikhlas, dan lain-lainnya. Jadi kita akan terlahir menjadi pribadi yang lebih sabar dan dewasa - Hibur diri dengan hobi yang disukai
Kalau sudah mencapai batas, coba deh lupain barang sebentar masalah yang sedang kamu pikirin. Kalau Saya, biasanya Saya ‘letakkan’ dulu semua tanggung jawab yang mesti dipikirkan, kemudian Saya mencari pelarian barang sebentar. Misalnya nonton film / drama, makan enak, jalan-jalan ke mall sama teman-teman, tidur sepuasnya, atau traveling. Pilih aja yang kamu sukai ya girls, yakin deh ntar balik-balik pikirannya jadi lebih fresh - Jangan menyerah
Nah poin penting terakhir adalah : jangan menyerah. Apapun keadaannya. Ini adalah hal sepele tapi justru sangat penting banget! Ingatlah ini hanyalah moment sementara sebelum moment sebenarnya, yaitu fase pernikahan. Ingat ini cuma proses transisi aja, jadi wajar kalau kita merasa bingung dan hilang kendali. Semuanya masih bisa dimaklumi. Pokoknya kalau sudah diambang batas, ingat balik lagi ke magic word : jangan menyerah. Yakin abis badai pasti ada pelangi. Abis minum jamu pahit, pasti ada beras kencur yang jadi pemanis *halah. Intinya jangan pernah menyerah ya girls, apalagi menyerah sama calon pasangan. Oh big no no! Keep fighting dan yakin aja, girls!
Nah, itu adalah kesan pesan dan review ku soal menjadi Bridezilla. Panjang ya? Haha. Ini lama-lama artikel ini Saya kirim juga deh ke Bride Story. Hmm.. well ya kalau kalian pernah mengalami menjadi Bridezilla waktu mau nikah, boleh nih dishare juga. Atau bride to be yang mau nikah, jangan takut ya. Nggak semua mengalami jadi Bridezilla dan tentu kasus tiap orang beda-beda. Jadi nggak usah ragu melangkah ke jenjang berikutnya. Good luck girls!
0 comments:
Post a Comment
Add Coments Below :